Thursday, December 31, 2015

Senja Akhir 2015

(c) aswan  zanynu

SENJA itu perpisahan. Saya tidak terlalu suka menatap senja berlama-lama. Dia seperti melankoli yang bergerak perlahan dan memuncak justru ketika berada di titik terendahnya: saat matahari telah terbenam. Entah mengapa senja sore itu jadi indah. Mungkin karena warna ungunya yang tidak lazim. Setelah memotret anak-anak dan ibunya, saya meminta mereka bergeser. Membuka jalan untuk EOS-650D mengambil gambar bangunan dan suasana Pantai Kamali berpayung langit senja. Saat itu kami baru tiba dari perjalanan laut melintasi Selat Buton (dari Kendari). Gambar ini diambil dari ujung Pelabuhan Murhum Baubau. @aswanpov


Tuesday, December 29, 2015

Percakapan di Bangku

SUARA perempuan di seberangnya terdengar lirih, "Mengapa kau tak ingin kita menikah?" Dengan nada yang dibuat setenang mungkin, lelaki itu mulai menjawab. "Dari awal aku menyayangimu dengan tulus. Tidak peduli dengan siapa kamu pernah dekat bahkan berbagi hidup. Tetap tidak ada bedanya bagiku."

"Lalu masalahnya di mana? Kamu tidak ingin berkomitmen? Fine. Aku tidak membutuhkan itu. Menikah saja sudah cukup bagiku," katanya. Lelaki itu menghela nafas. "Saat menikah, rasa sayang turun menjadi cinta. Cinta adalah kasih yang bersyarat karena nikah menitipkan peran. Peran mewajibkan hak dan kewajiban: seperti halnya cinta."

"Bagaimana kalau aku tak butuh peran itu? Menikah ya menikah. Kau tidak harus berperilaku layaknya suami. Aku mencari nafkah sendiri. Aku dapat hidup mandiri. Aku pun tidak menuntut anak darimu. Apa itu semua masih belum cukup?!" Tuut... Tuuut... Tuuuut... Tuuuuut... Telepon terputus.

Mungkinkah dalam pernikahan peran-peran itu dapat dihapuskan? Kalau dapat diabaikan, masih layakkah itu disebut pernikahan? Bagaimana agar cinta yang menuntut imbal balik, dapat bermetamorfosis kembali menjadi sayang yang tak bersyarat? Dalam bingung, banyak tanya yang berputar-putar kepalanya. Ada suara yang berbisik, "Why don't you try?" Lelaki itu tersenyum, "Nikah kok pake coba-coba!" Suara tadi menyambar, "Bukankah semua hal dalam hidupmu diawali dengan mencoba?!"

Lelaki itu diam. Duduk di bangku yang menghadap laut. Menghirup hening. Dari jauh lampu kapal terlihat berkedip seperti berlomba dengan bintang yang menggantung di atasnya. Ia membiarkan angin malam yang dingin, mendekap. Menghentikan debat dengan diriya sendiri karena dia cuma ingin menyayangi kekasihnya lebih lama. Tanpa syarat. @aswan

Thursday, November 26, 2015

Prepare for Storytelling

Rifqah (c) aswan zanynu  

SEKETIKA dia membalik saat saya memanggil. Dan klik, satu bidikan tepat di wajahnya. Saya tidak ingat lagi bagaimana pengaturan flash EOS-650D. Yang pasti saya mencuri momen ini di sela-sela kerepotannya mempersiapkan diri untuk mendongeng pada Anugerah Kihajar 2015 Tingkat Nasional di Hotel Santika Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Wajah spontan rasanya adalah salah satu keindahan orisinal yang pernah ada. @aswanpov

NB:
Oh ya, di lomba ini Rifqah mewakili sekolahnya. Alhamdulillah dapat peringkat kelima di tingkat Sekolah Dasar Se-Indonesia.


Sunday, October 25, 2015

Doa Itu Egois


SAMBIL mengikat tali sepatunya, lelaki itu berkata: "Kalau itu adalah sebuah pinta yang rahasia, kamu tidak perlu menceritakannya kepadaku. Cukup kamu dan Tuhan saja yang tahu."
   "Aku kepingin cerita, tapi rasanya permohonanku begitu egois."
   Tiba-tiba lelaki di sisinya tertawa terbahak-bahak.
   "Kenapa?!" Perempuan itu membelalak, "Apa yang lucu?!"
   Menunduk dan menutup tawa dengan sebelah tangannya. Lelaki tadi seperti terseyum. "Tolong sebutkan apa ada doa yang tidak egois? Permohonan yang kita sampaikan pada Tuhan itu semuanya egois. Full of our interest. Kalau bukan egois, namanya apa coba?!"
   "Even if kita mendoakan orang lain?" perempuan itu melirik dengan mengangkat kedua alisnya yang hitam.
   "Iya. Karena kamu berkepentingan agar orang yang kamu doakan itu memperoleh apa yang kamu inginkan untuk mereka peroleh."
   "Hmmm... iya sih."
   Tali sepatunya telah terikat kembali dengan rapi. Di tangga masjid mereka masih duduk bersisian. Melihat jemaah yang keluar satu per satu dari masjid, lelaki itu melanjutkan: "Mereka semua baru saja memanjatkan doa-doa yang egois. Dan itu tidak masalah bagi Tuhan selama mereka tidak memaksa Tuhan untuk mengabulkan semuanya."
   Sekarang perempuan itu yang tersenyum, "Kamu tahu dari mana Tuhan tidak senang dipaksa?!" @aswan #fiksiku

Monday, October 5, 2015

1962 Volkswagen Classic

(c) aswan zanynu

PERNAH tidak Anda mendapatkan sesuatu yang begitu mirip, malah lebih bagus dari yang pernah Anda bayangkan? Itu yang terjadi pada Volkswagen (VW) ini. Sudah lama saya merindukan model mobil combo. Teman yang banyak berjasa dalam 'penemuan' mobil ini menyebutnya "combo". Saya sendiri tidak terlalu tahu dengan nama itu. Mungkin tepatnya: tidak mau tahu. Hehehe.... Toh apapun namanya, yaa yang itulah yang saya maksud. Bentuknya yang klasik selalu mengingatkan saya pada masa kanak-kanak di era 70-an akhir. Gambar ini saya abadikan dengan kamera Lumia 535. @aswanpov


Monday, September 28, 2015

Berteman dengan Tuhan

TANPA saya sadari selama ini saya menganggap Tuhan itu seperti teman sendiri. Ketika waktu shalat tiba, saya minta Dia menunggu sampai saya menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tanggung untuk dihentikan ketika kumandang adzan. Hanya teman (sok) akrab yang berani meminta temannya menunggu, bukan?Pernah sih saya memenuhi panggilan-Nya di awal waktu, tapi biasanya karena dua alasan. Satu, biar tidak mengganggu agenda lain yang harus tepat waktu seperti jadwal take off pesawat. Atau dua, biar perbincangan kami cepat selesai karena ada kerjaan lain yang harus saya lakukan, misalnya tidur.

Saya tahu Dia punya segalanya, makanya kepada-Nya saya meminta. Tapi sekali lagi dengan lagak layaknya seorang teman. Merasa setara dan berani kecewa saat permintaan saya tidak diberikan. Sesekali kesal. Dan dalam hubungan pertemanan unik ini, saya lebih sering ingin mendominasi. Lebih sering ingin didengarkan. Mungkin karena itu saya sulit memahami apa yang Dia inginkan. Atau tepatnya tidak mau membuka diri untuk itu. Entahlah, di saat-saat tertentu komunikasi kami rasanya buruk sekali. Kami jalan beriringan tapi tidak saling menyapa. Meski selalu bersama, saya lebih tertarik pada apa saja selain Dia. Hmmm… teman macam apa saya ini? Itu kalau kami berteman yaa.. bagaimana jika tidak?! @aswan


Wednesday, September 23, 2015

Horor Malam Lebaran

SIANG saat berjalan pulang dari Perpustakaan UI Depok saya dapat kabar kalau si Sulung alami cedera saat main basket di sekolah (23 Sep). Tempurung lutut kirinya bergeser dan langsung dibawa ke RS Bhayangkara Kendari. Malam harus jalani operasi. Idul Adha besok (24 Sep). Malam lebaran berubah jadi horor. Apalagi waktu menunggu kabar si Sulung siuman saat keluar dari kamar operasi. Menit demi menit rasanya merangkak seperti kura-kura. Bingung doa apa yang harus dipanjatkan. Blank! Ketegangan sedikit reda saat pas tengah malam dengar si Sulung sudah siuman. Wuff... Alhamdulillah.

Si Sulung rupanya punya basis fans. Waktu ke RS dia diantar kawan-kawannya. Ada dua angkot dan beberapa motor yang mengawalnya. Gelombang kedua yang datang justru teman-teman perempuannya. Ada yang mengaku sebagai pacar pertama, kedua, ketiga, entah sampai ke berapa. Sampai ada satu dari mereka yang bertanya, "Sakit mana, lututmu yang cedera atau perasaanmu kalau aku putusin?!" Mereka masih bisa menemuan sisi lain dari sebuah horor (operasi) yang saya rasakan meneror dari jauh. Dan saat si Sulung pulang sudah diizinkan pulang ke rumah pada petang hari (24 Sep), ada dua kelompok pembesuk juga yang datang. Mereka bertanya, bagaimana rasanya saat lututnya dioperasi. Si Sulung menjawab, "Ngilu-ngilu manja". See?! Anak siapa yang suka iseng ini. @aswan


Sunday, August 23, 2015

Gawai yang Abadi

GADGET (baca: gawai) bukan trend saat smartphone mulai hadir. Jaman dulu gawai sudah dikenal. Hanya bentuk dan fiturnya yang berbeda. Kakek ibu saya pernah mewariskan sebilah keris di tahun 1990an. Jujur, saya bingung. Ini buat apa? Di mata saya saat itu, keris adalah simbol kekerasan. Paling tidak, yaa.. dapat digunakan untuk membela diri. Tapi apa iya kemana-mana saya harus membawa keris? Butuh waktu 25 tahun buat otak saya yang bebal ini untuk menyadari bahwa saya semestinya menyimpan baik-baik keris itu tapi dengan alasan historis yang satu ini.

Di masa kakek atau kakek dari ibu saya, keris adalah serupa dengan smartphone yang saya bawa. Setiap pria dewasa harus memilikinya. Itu simbol atas status dan sekaligus dapat digunakan untuk kepentingan pada zamannya. Malah menurut saya, keris jauh lebih personal. Bentuk dan fiturnya dapat sesuai keinginan si pemilik. Berbeda dengan smartphone yang cenderung seragam. Saya tiba-tiba membayangkan bagaimana reaksi cucu saya kelak, atau mungkin cucu dari cucu saya. Bisa jadi smartphone saya saat ini dilihatnya sebagai simbol kebodohan kakek moyangnya. @aswan

Friday, August 21, 2015

Saya Menyebutnya "Dinamika"

SELAMAT Hari Jadi Pernikahan yang ke-41. Panjang umur, sehat dan saling sayang selalu. Itu petikan pesan singkat (sms) yang saya kirim ke Ayah dan Ibu. Mereka tumbuh dalam dinamika. Dulu saya menyebutnya konflik. Rasanya tidak nyaman selalu saja ada yang dipersoalkan dengan sengit. Hari-hari tak ubahnya sinetron bersambung yang penuh drama. Dalam imajinasi ideal saya saat kecil, pernikahan itu harus tenang... adem... tidak ada krasak-krusuk. Mulus meluncur seperti perahu di atas arus sungai yang tenang. Tetapi saat beranjak dewasa, saya makin sadar kalau dinamika itu alamiah. Memang sulit untuk dibahasakan. Tetapi saat Anda dewasa dan menikah, pengalaman atas dinamika itu tentu akan Anda temukan. Menikah memang tidak menjanjikan Anda akan bahagia. Tetapi bukankah hidup sendiri pun tidak memberi garansi bahwa kita akan selalu terbebas dari masalah? Jadi.. dinikmati saja. @aswan

Monday, August 17, 2015

Yang Melawan Sepi



RASANYA seperti setema dengan Lost in Translation (2003), film Her (2013) juga mengangkat kisah tentang kesepian di tengah hirup-pikuk kota. Bedanya, dalam "Her", cinta terjalin bukan antara dua orang yang kesepian, tetapi antara Theodore (diperankan Joaquin Phoenix) dan sebuah Operating System (OS) bernama Samantha. Masih miliki kemiripan, baik "Lost in Translation" maupun "Her", keduanya diperankan Scarlett Johansson. Dan sekali lagi bedanya, dalam "Her", perempuan cantik berambut blonde ini hanya memainkan suaranya. Menurutku dia berhasil memainkan suaranya. Bagi sebagian orang, mungkin film ini membosankan. Sebagian besar berisi monolog dengan frame-frame kesunyian di sebuah kota masa depan (sebenarnya film ini berlatar kota Shanghai). Warna-warna cerah yang ditampilkan kombinasi merah dan kuning, namun tetap terkesan sendu.

Tapi menurut saja, sang sutradara dan penulis cerita (Spike Jonze) berhasil menyulap monolog menjadi dialog yang hidup. Pantas ia diganjar Oscar 2014 untuk kategori Best Writing. Simaklah, meski hanya sebuah OS, di tangan Jonze tokoh Samantha itu terasa ada. Dia seperti seorang wanita menarik yang cerdas di ujung telepon. Film ini memang mengangkat tema gila, tetapi tidak mustahil akan terjadi di masa dapan ketika manusia lebih merasa dekat –bahkan jatuh cinta– dengan komputer daripada manusia. Saya suka petikan ucapan Amy (pada Theodore): "I think anybody who falls in love is a freak. It's a crazy thing to do. It's kind of like a form of socially acceptable insanity". Yaa begitulah. @aswan

Sunday, July 26, 2015

Cinta 500 Hari


STEREOTIP perempuan sebagai makhuk emosional dalam sebuah hubungan ingin dibantah film ini. Marc Webb, sutradara 500 Days of Summer (2009) menunjukkan hal yang sebaliknya. Seorang lelaki dapat saja menjadi begitu melankolis setelah sebelumnya dibuat melambung bahagia. Penggunaan narator dan panduan angka hari ke-... (yang bergerak maju dan mundur) membuat cara bertuturnya terasa berbeda dengan film drama lainnya. Visual yang terkadang menggunakan sketsa dan tampilan dua atau lebih frame adegan sekaligus, memperjelas beberapa kontradiksi yang dirasakan Tom, si tokoh utama yang diperankan Joseph Gordon-Levitt. Esensi utama film ini ada pada tokoh Summer (Zooey Deschanel). Dia ingin menunjukkan bahwa beberapa hal dalam hidup terjadi begitu saja, termasuk apa yang oleh orang lain dirasakan sebagai cinta. "There's no such thing as love, it's fantasy," katanya. @aswan

Sunday, July 5, 2015

Es Jeruk Hangat

KAMI lama saling mendiskusikan kata atau frase yang pas untuk nama blog si Sulung. Bukan inisiatifnya sih untuk membuat blog. Sebagai ayah, saya menggunakan hak untuk mempengaruhi dia. Entah dia kemudian mau membuat blog karena kesadarannya atau karena buah dari tekanan yang saya berikan. Tapi saya menyukai dinamika yang terjadi dalam pemilihan nama. Semua nama yang kesannya serius berwibawa, kebarat-baratan, hingga yang aneh dan paling hancur, sudah saya ajukan.  
       "Bagaimana kalau nama makanan favoritmu," saya memberi opsi dengan nada putus asa, "Nasi goreng, mungkin?"
       "Hmmm.. mainstream. Es Jeruk Hangat!" katanya yakin.
       "Kenapa?"
       "Biar beda saja."
Dan blog itu pun saya buat. Selang beberapa hari kemudian saya baru sadar bahwa nama itu tidak sekedar beda. Ada nuansa kontradiktif di dalamnya. Seperti hidup, tidak ada hitam atau putih saja. Semua warna bercampur aduk meski. Kombinasinya tidak dapat 100 persen kita kendalikan. Tidak jarang begitu abstrak hingga bertolak belakang satu sama lainnya. Es Jeruk Hangat mengajarkan pada saya bahwa di setiap ironi mungkin saja ada kelucuan. @aswan

Thursday, July 2, 2015

Imajinasi itu Asyik

SEORANG teman tiba-tiba mengeluhkan apa yang dia jalani. "Aku hidup dalam imajinasiku. Segalanya ingin aku lihat, ingin aku cocok-cocokkan dengan apa yang aku impikan." Begitu katanya. But let me say. Apa ada orang yang tidak hidup dalam imajinasinya? Kita semua hidup dalam imajinasi kita. Kita belajar, bekerja, melakukan aktivitas sehari-hari untuk mewujudkan imajinasi kita atas hidup yang ingin kita jalani. Manusia adalah makhluk yang digerakkan oleh mimpi-mimpinya. Bedanya, ada yang sadar kalau apa yang ia jalani adalah bagian dari imajinasinya dan mempersoalkannya (seperti teman saya tadi). Ada pula yang sekedar menjalani hidup seperti yang mereka inginkan, yang mereka impikan tanpa mempersoalkannya. Asal jangan jadi yang ketiga, yang menolak menerima hidup jika itu tidak seperti yang mereka imajinasikan. Mereka ada dalam jebakan imajinasi yang mereka ciptakan sendiri.

Menurut teori Imajinasi saya, dua hal yang penting yang harus ada dalam sebuah jaring imajinasi yang aman, yang tak menjebak seperti tadi. Pertama, saya masih dapat membedakan mana cita, mana realita. Jangan mencampuradukkan kedua hal itu. Cita ada di dunia ideal yang saya bentuk sendiri. Realita ada di dunia nyata, di mana saya tidak sendiri. Ada campur tangan pihak lain di situ. Jadi saya harus berdamai dengan itu. Kedua, imajinasi itu penting karena itu yang membuat saya berusaha. Mendorong saya melakukan apa yang saya inginkan dengan senang hati. Bekerja dengan imajinasi seharusnya membuat saya bahagia. Bahagia karena di ujung jalan menanti impian yang saya perjuangkan. Kalau impian itu tak kunjung ada, setidak saya harus bahagia karena sudah melakukan apa yang memang ingin saya lakukan. Imajinasi seharusnya membuat saya bersyukur, akur dengan kenyataan. Asyik. @aswan

Friday, June 26, 2015

Pengabdi Tuan Kejahatan


TUNDA dulu keinginan Anda jika ingin menonton Despicable Me (2010) atau Despicable Me 2 (2013). Film Minions (2015) ini sebaiknya ditonton lebih dulu. Meski dirilis belakangan, dari sini kita akan tahu mengapa sampai para minions begitu mengabdikan hidupnya pada tuan mereka. Sejarahnya panjang. Pencarian dari satu tuan (yang dianggap jahat) ke tuan yang lain (yang mereka pikir lebih jahat). Kisah film ini seolah memberi alasan mengapa  para minions begitu mendewakan tuan mereka. Namun masih tetap tidak jelas juga mengapa mereka senang pada tuan yang jahat. Makin jahat, makin keren. Mereka mungkin personifikasi sosok setan dalam kemasan yang menggelikan. Bukankan di setiap biang kejahatan, ada para pengabdi yang selalu siap membantu? @aswan

Tuesday, June 16, 2015

Menggugat Potret Dinosaurus

SIAPA yang pernah menyaksikan Dinosaurus dan kawan-kawannya hidup? Detail bentuk tubuh mereka. Cara mereka berperilaku. Tumbuh kembang mereka. Ilmuwan hanya menemukan kerangka Dinosaurus. Menyusun. Lalu direka ulang konstruksi tulang itu menjadi sebentuk makhluk yang sekarang kita saksikan terpampang dalam buku ilmu pengetahuan atau di film bergenre fiksi ilmiah. Sangat spekulatif. Bagaimana memverifikasi spekulasi itu? Hamat saya, ini tentang kesepakatan para ilmuan saja. Sepakat pada satu versi spekulasi yang paling masuk akal. Dari situlah spekulasi-spekulasi 'ilmiah' berikutnya dibangun oleh satu generasi ke generasi berikutnya. Baik dalam bentuk ilmiah hingga populer. Dengan kewenangan ilmiahnya, ilmuwan dapat mengemas spekulasi menjadi sebentuk kebenaran meski sangat spekulatif sifatnya. @aswan


Wednesday, June 10, 2015

Kunang-kunang di Beranda

MALAM belum terlalu larut. Aku dan kunang-kunang berbincang di beranda. "Kamu tahu apa yang berpendar itu?" tanyanya sambil menunjuk ke langit.
       "Bintang," kataku yakin.
"Bukan. Itu bukan bintang. Itu kunang-kunang. Mereka kakak-kakak kami."
       "Oh ya?!" aku sedikit membelalak. "Kok bisa?!"
"Bangsa kami sebenarnya berasal dari langit. Matahari itu adalah para pejantan yang bersatu. Cahayanya terik menyengat. Bulan itu adalah kunang-kunang betina yang membentuk konfigurasi tertentu secara berpola. Kalian menyebutnya bulan muda, bulan purnama, hingga bulan tua. Iya kan?"
       Aku mengangguk tapi dengan ekspresi tidak yakin.
"Percayalah. Apa yang aku katakan ini benar. Kami yang turun ke bumi adalah sekawanan anak kunang-kunang yang singgah bermain di waktu malam. Kami suka berbagi cerita dengan para petarung yang kalah."
       Aku tersenyum, "Baiklah. Aku percaya. Kamu masih punya cerita yang lain?"
"Masih. Masih ada," kata kunang-kunang yang lain. "Kamu masih mau mendengarkan?!"

@aswan

Sunday, May 24, 2015

Si Pembawa Sial

PERNAH dengar dalam sebuah kecelakaan besar, ada seorang yang hidup, atau hanya mengalami cedera kecil? Kita umumnya akan mengatakan bahwa orang tersebut adalah orang yang terselamatkan. Orang yang dilindungi Tuhan. Tapi adik saya justru berkata lain. "Tidak semua orang akan berpikir seperti itu," katanya. Jika tragedi, katakanlah seperti kecelakaan pesawat, itu terjadi di Jepang, yang orang yang selamat itu yang akan disebut sebagai si Pembawa Sial. Kok bisa? Ternyata mereka menganggap orang tersebut adalah penyebab kecelakaan yang merenggut nyawa semua orang. Katanya, orang Jepang melihat si Pembawa Sial ini dapat tetap hidup dengan 'mengorbankan' hidup orang lain. Orang itu dicap bersekutu dengan setan. "Kamu tahu dari mana?" tanyaku penasaran. "Dari film-film Jepang," jawabnya serius. Percaya?! @aswan

Friday, May 15, 2015

Guru yang Skeptis

SATU pesan singkat saya kirim pagi itu kepada Prof Alwi. Tahun 2015, guru besar emeretus ini berulang tahun yang ke-82. Ia unik di mata saya. Dia guru dari dua guru saya: Prof A Muis dan Prof AS Achmad. Hanya usianya yang sepuh, analisisnya atas setiap tema tetap tajam. Saya terseok mengikuti atau bahkan sekedar menebak arah dari cara berpikirnya. Saat lelah berpikir, kadang saya mengambil jeda hanya untuk mendengarkan kembali pembelaan yang muncul dari dalam benak saya. Suara itu berkata lebih kurang seperti ini: "Sudahlah, jangan kau paksa dirimu. Kasta berpikirmu berbeda jauh dengah gurumu. Belajarlah menerima kenyataan itu."

Dia mengajarkan kami untuk selalu berpikir skeptis, mempertanyakan setiap buku yang kami baca, siapa pun penulisnya. Dia bahkan mempersilahkan kami untuk tidak langsung mempercayai apa yang disampaikannya. Meski diberondong dengan puluhan pertanyaan dan justru menimbulkan kebingungan baru, saya menemukan satu pola yang sama. Ia mengajarkan untuk selalui mencari hal yang esensial dari segala konsep ilmu dan tetap berpikir kritis. Sesederhana itu. Selamat Ulang Tahun Prof. Semoga Tuhan mengaruniakan keberkahan umur dan ilmu. Salam Takzim. @aswan

Thursday, May 7, 2015

Mengapa (Kita) Senyum?

INDONESIA termasuk negara berpenduduk ramah. Begitu kata survey. Seramah itukah kita? Sebut saja begitu. Meski saya sendiri tidak mengetahui dengan pasti metode survey dan cara pengukuran indeks yang dilakukan untuk menakar tingkat keramahan sebuah bangsa. Jika ditanya satu per satu, setiap orang punya alasan untuk terseyum kepada orang lain. Tanda hormat. Simbol penerimaan. Ingin menunjukkan rasa senang, cinta, atau bahagia. Berpura-pura ramah. Basa-basi. Kode biar diperhatikan. Menutupi rasa canggung atau malu. Daftar alasan itu masih panjang. Yang pasti, dengan senyum kita ingin berbagi. Lalu mengapa harus senyum yang dibagi, bukan yang lain. Boleh jadi karena itulah 'harta' yang dapat dibagi. Saya kemudian membayangkan bagaimana hidup orang yang bahkan senyum pun tidak ia miliki. @aswan

Friday, May 1, 2015

Panggung Satahun Sekali

CERITA tentang buruh selalu ada setiap tanggal 1 Mei. Mereka berkumpul dan datang dari segala penjuru ke ibukota. Sebut saja Jakarta. Jika dirunut ke belakang, tradisi yang kemudian mendunia ini sudah ada sejak 1886. Tetapi bukan itu masalah. Saya melihat May Day yang biasa disebut sebagai Hari Buruh Internasional ini seperti 'panggung'. Buruh butuh itu. Tempat mereka datang, berkumpul, dan bernyanyi. Suara buruh hanya bertahan sampai besok, ketika koran mengabarkan tuntutan mereka. Setelah itu hilang ditelan kesibukan masing-masing. Kesibukan buruh. Kesibukan perusahaan. Kesibukan pemerintah. Kesibukan agenda media yang terus melompat-lompat. Senja 1 Mei seperti janji yang mengingatkan buruh untuk datang, bertamu, dan bernyanyi lagi. Mereka akan kembali nyayikan 'lagu' yang sama tahun depan. May Day itu ritual buruh, bukan tuntutan. @aswan

Tuesday, April 28, 2015

Perfume for Whom?

ONE of my friend ask me: You don't like perfume? I ask her back: Did I smell bad? She smile. Nope. It's about how I look different with another men that she ever met. Frankly, I like be original. With all I am. The way I talk and walk. The way I think and act. I love if my friend remind me as my genuine version. Not because I use some artificial aroma. That's why I'm not prefer to use perfume although I like any of it. Did you ever meet someone with a very hard sting smell of perfume? Maybe he/she want to make everyone impressed. But... yeah, you know, perfume is about taste. At least, not to disturb everybody nose, I think I have give them the best of me. @aswan


Wednesday, April 22, 2015

Bisikan Peri Kucing

MENURUT kamus, peri itu serupa roh perempuan yang elok rupawan. Saya sih lebih suka membayangkannya peri itu makhluk kecil bersayap seperti di dongeng atau film Pater Pan. Saya melihat makhluk seperti itu sedang berbisik pada perempuan yang memberi makan seekor kucing putih.
  "Buat apa beri makan kucing itu," kata si Peri.
     "Dia lapar."
     "Tapi kan dia jahat?!"
     Perempuan tadi terkejut, "Tahu dari mana?"
     "Kemarin kamu elus, dia marah dan mencakar."
     "Iya sih. Tapi kan dia lapar."
     Si Peri terbang berpindah ke telinga sebelah kiri. "Niatmu baik, tapi jangan hanya diberi makan. Kucing itu juga harus kamu didik biar tahu berterima kasih. Setidaknya kepada majikannya."
     "Ah kamu. Ini binatang." Perempuan itu membela.
     Si Peri tersenyum, ingin terlihat seperti burung hantu yang bijak. "Betul. Tapi kucing juga harus diajari. Mereka wajib punya etika. Di tangan mereka nasib kucing Indonesia di masa depan!"
     Teng-tong.***

@aswan


Tuesday, April 21, 2015

Cerita Tiga Kartini

TIGA perempuan itu duduk berkumpul. Masing-masing asyik dengan linting rokok di tangan. Sesekali menghisap lalu menyemburkan asapnya. Saya duduk di sebelah dalam kantin. Ada kaca yang memisahkan kami. Ini zona paling aman untuk aroma tembakau yang kuatnya melebihi daya tahan parfum atau deodoran yang bisa saya beli. Di kampus, memang jarang bisa melihat perempuan merokok dapat berkumpul dengan jumlah seperti ini. Ngobrol bebas sambil tertawa. Di atas meja, di sisi tas mereka, ada jas putih. Mereka sepertinya mahasiswa kedokteran. Bukan tentang merokok, mungkin tentang harapan dan kenyataan. Mereka yang tahu resep hidup sehat kan harusnya berperilaku sehat. Bukan begitu? Tetapi bukankah ada bagian dari hidup yang kerap sajikan kontradiksi seperti ini? Seperi film The God Father yang berkisah tentang seorang mafia kejam tapi sayang keluarga. Atau Three Days to Kill yang menceritakan mantan agen yang harus membunuh lagi agar dapat dekat dengan anak perempuannya. Tiga perempuan tadi mungkin tidak seperti mimpi Kartini tentang perempuan yang hari lahirnya sedang dirayakan –dengan berkebaya oleh perempuan lain– pada hari di mana saya melihat mereka. Tuh kan, ini kontradiksi (lagi). @aswan

Wednesday, April 15, 2015

Si Darling, Mana?

TAHU sendiri kan politik? Kalau sudah tidak dibutuhkan, Anda akan ditinggal. Begitu juga dengan pers. Ini cerita yang dimuat harian Kompas 14 April 2015, tentang presiden yang tidak hadir pada peringatan Hari Pers Nasional di Batam 9 Februari. Ada yang senang karena ini pertanda bahwa pers Indonesia itu 'independen', tidak terkooptasi oleh kekuasaan. (Uhuk!) Tapi ada juga yang menggerutu. Seolah presiden tidak butuh pers. Padahal waktu nyalon, mereka begitu membuka pintu. Media Darling gitu. Tiada hari tanpa liputan media dan selalu yang baik-baiknya saja. Media butuh politisi sebagai 'jualan', politisi juga butuh media sebagai 'panggung' untuk bisa bilang: "Hei, ini Aku!" Jadi mengapa harus linglung kalau dulu darling sekarang berpaling. Nanti juga mereka datang, kalau mau nampang. @aswan


Tuesday, April 14, 2015

They Grow Up

ENTAH sudah kali ke berapa tulisan dengan tema ini saya tulis ulang. Tentang peristiwa sederhana. Pagi ini saya mengantar seorang keponakan ke sekolah SMP-nya dengan menggunakan sepeda motor. Kami berbincang sepanjang jalan seperti layaknya teman yang berselang usia satu atau dua tahun saja. Setidaknya itu yang saya rasa. Sebelumnya, kakak saya juga menelepon. Bercerita dengan nada curhat tentang anaknya yang ingin mengembalikan cincin pertunangan. Tahun 2015 masih ada pertunangan lho? Waktu seperti berjalan begitu cepat. Saya masih ingat menimang-nimang mereka. Bermain bersama atau bahkan melihat mereka bermain layaknya balita atau anak-anak. Sekarang mereka sudah menjalani hidup seperti orang dewasa. Sekali lagi: They grow up and I grow old.* @aswan

*) Saya tidak sendiri. Jangan lupa, ini berlaku juga buat Anda.

Sunday, April 5, 2015

Yang Menanti Pelaut

(c) aswan zanynu

BAYANGKAN jika moyang kita hadir di ruangan ini. Perpustakaan Universitas Indonesia yang berisi jejeran komputer. Moyang kita yang pelaut hanya mengerti lukisan yang terpajang besar di dinding ruangan. Itu kenderaan mereka menjelajah dunia. Cucu mereka yang hidup saat ini justri melihat sebaliknya. Kapal itu hanya indah untuk dipandang. Bukan digunakan. Mereka menjelajah dunia dengan sepuluh jari dari mata di depan komputer. Sesedarhana itu. Tak ada angin. Tak ada ombak. Tak ada suara camar. Gambar ini saya ambil dengan kamera iPhone 4. @aswanpov

Friday, April 3, 2015

Di Kaki Jazirah

TAHUN 2015 awal, Yaman bergejolak lagi. Negara ini terletak di kaki jazirah Arab. Di sana ada dua kubu yg berseteru: pemerintahan Suni vs milisi Houthi Syiah. Suni dibela Arab. Syiah didukung Iran. Jarang yang tahu kalau di Yaman pernah hidup nabi Hud alaihissalam (as). Di sana beliau dimakamkan, di daerah al-Haniq, samping sungai al-Hafif. Bukan nabi Hud as saja, anak-anak beliau yang dikenal shaleh seperti Hadun dan Liyan, juga hidup di Yaman. Dalam al-Qur'an, nama Hud as diabadikan sebagai nama surah. Ketika nabi Muhammad SAW masih hidup, di Yaman pernah beliau angkat dua gubernur termuda dan tertua. Gubernur termuda yang ditunjuk nabi Muhammad SAW bernama Muadz bin Jabal. Usianya 19 tahun. Nabi juga pernah menunjuk Abu Dzar al-Ghifari yang berusia 75 tahun sebagai gubernur di sana. Yaman itu penting di mata Nabi. Dengan implisit al-Qur’an juga menegaskan itu di surah al-Quraisy. Entah apakah dunia Muslim juga melihatnya penting dari perspektif konprehensif. Kekacauan di Yaman ini proyek politik untuk pecah kekuatan Islam. Lagu lama diputar kembali: Suni vs Syiah. Lalu, siapa yang untung? @aswan


Tuesday, March 31, 2015

Mengejar Ayam Kampung

GAGAL saat mengejar sesuatu yang dianggap dapat mendatangkan rezeki? Pernah kan?! Tapi pernah tidak Anda menghitung mana yang lebih sering terjadi: rezeki diperoleh karena dikejar atau rezeki yang datang sendiri? Saya sih lebih sering bertemu dengan rezeki yang datang sendiri. Mungkin Tuhan sudah melihat saya kelalahan mengejar rezeki X, karena itu Ia memberi saya rezeki Y sebagai bonus atau apalah namanya. Mengejar rezeki rasanya seperti memburu ayam kampung yang lepas di hutan tanpa alat bantu. Ini ayam benaran lho ya, bukan 'ayam' (dalam tanda petik). Ini memang subyektif. Untuk membuktikan asumsi ini berpeluang menjadi obyektif, menjadi penting untuk saya tulis. Siapa tahu bukan saya saja yang hidup seperti ini? Atau setidaknya jika ada yang merasa berburu rezeki seperti mengejar ayam kampung di hutan liar, yakinlah bahwa Anda tidak sendiri. Kita senasib. Oke sip?! ;) @aswan


Sunday, March 29, 2015

Artefak Revolusi Industri

(c) aswan zanynu

PERABOTAN ini mengingatkan saya pada masa ketika industri pertama kali dimulai. Memang jauh sebelum saya lahir. Tetapi karung goni dan ember kaleng seperti ini pernah saya temukan saat masih kecil. Nostagia masa itu terpenuhi dari desain interior di tempat makan Mall Pejaten, Jakarta. Gambar ini saya ambil dengan kamera iPhone 4. @aswanpov

Friday, March 20, 2015

Puisi Taufik Ismail

(c) aswan zanynu
SUARANYA masih lantang saat bacakan puisi bertema Anti Korupsi. Sebelum membacakan puisi, dia berorasi tentang seorang dua anak kecil yang membawa rangkaian bunga untuk Arif Rahman Hakim yang tewas tertembak di gerbang Universitas Indonesia, Salemba. Rapat Akbar ini sore hari. Suara menggemuruh. Saya menyelinap masuk hingga ke depan stage. Gambar para demonstran saya ambil dari jembatan penyebrangan UI Salemba dengan iPhone 4. @aswanpov


Saturday, March 14, 2015

I am Waiting

(c) aswan zanynu
INI tokoh di kartun One Piece. Jujur saja, hanya itu yang sata tahu. Namanya siapa? Entahlah. Model ini menarik karena kostumnya yang unik. Iya. Sepertinya itu saja sih pertimbangannya. Latar biru biar memberi kesan laut. Sok filosofis kan?! ;) @aswanpov

Friday, March 13, 2015

Kuliah itu Bodoh

KAMI janjian bertemu di tempat makan yang dekat dengan stasiun kereta di Jakarta. Saya rasa ini spesial karena dia buat janji sejak dua minggu sebelumnya, saat masih di Manila. Sebenarnya sekitar lima bulan sebelumnya kami pernah bertemu di Jakarta, tepatnya di kedai waralaba Jepang. Teman saya ini sebenarnya sedang kuliah doktoral di Kyoto. Saya di Jakarta. Meski sama-sama berlabel “perantau ilmiah”, terasa perbedaan kasta kami. Tapi menurutnya, jika gunakan kacamata beasiswa, kasta kami sama saja. Maksudnya sama melaratnya. Besaran beasiswa hanya pas untuk hidup sendiri (tidak ada tunjuangan keluarga). Pencairan dananya pun TIDAK SETIAP BULAN. Bagaimana bisa hidup sehari-hari dengan modal seperti itu? Kadang saya berpikir, mereka yang kuliah hingga jenjang doktoral seperti kami ini sebenarnya orang 'bodoh yang nekat'. Kok mau jalani hidup yang jauh dari nyaman?! Atau jangan-jangan hanya saya saja yang seperti ini?! Hehehe.. @aswan

Friday, March 6, 2015

Jangan yang Mengerikan

TEPAT di belakangnya, saya berdiri. Kami antri di depan kasir. Perempuan yang mungkin usianya lebih muda dari saya ini ingin membeli sebungkus rokok. Saat memesan merek tertentu pada pelayan toko, dia menambahkan kalimat ini. "Mas, tolong yang gambarnya gak mengerikan yaa?!" Semua kemasan rokok tahun sejak 2014 diwajibkan untuk menampilkan gambar yang menyeramkan dari penyakit yang dapat ditimbulkan dari merokok. Kalimat panjang yang dulunya berisi jenis penyakit yang dapat disebabkan dari merokok, diganti dengan kalimat singkat: "Rokok Membunumu!" Tapi siapa yang peduli? Kemasan ya kemasan. Cukup tutup mata saat mengambil sebatang rokok dari bungkusannya. Pura-pura tidak lihat gambar itu. Pura-pura tidak membaca kalimat itu. Toh pemerintah juga mengizinkan penjualan rokok. Mereka juga sebenarnya pura-pura menakut-nakuti kan?! Mungkin pemerintah serius, tapi tidak serius-serius amat. @aswan

*) tulisan ini dibuat tahun 2015
 

Friday, February 27, 2015

Senang tanpa Uang

MEME dengan latar kelompok penyanyi Koes Plus itu bertulis kalimat yang isinya kurang lebih seperti ini: "Jika bertamu mereka, coba tanya, bagaimana cara agar hati tetap senang walaupun tak punya uang". Itu salah satu potongan lirik lagu mereka yang menggambarkan bujangan yang tetap bahagia meski tak punya uang. Bisa ya?! Hidup di kota besar seperti J saat ini membuat kalimat itu menjadi seperti olok-olok saja. Susahnya mencari uang untuk dapat bertahan hidup, ditambah tingginya biaya serta tanggungan hidup, membuat lagu hanya menjadi sekedar pelarian. Penghibur diri biar tetap tegar.

Saat malam, pulang ke rumah tempat saya menginap, lima sampai tujuh perempuan berdiri di bawah lampu merkuri. Tepat di tepi danau S. Kata ojek yang beberapa kali mengantar saya pulang, mereka itu pekerja sex. Sekali diajak sekitar Rp 300 ribu (setara dgn $25 US). Seperti halnya para perampok, tidak bermaksud untuk membenarkan apa yang mereka lakukan, tetapi saya dapat memahami kondisi yang memaksa mereka* memilih jalan pintas. Bukankah hidup terkadang tidak seindah yang kita impikan? @aswan

*Note: ini tidak termasuk para koruptor yaa, yang hidupnya sudah mapan tetapi masih tetap saja kemaruk.


Saturday, February 21, 2015

Tembok Ratapan Pemulung


(c) aswan zanynu

YANG sering melintas di Stasiun UI Depok, tahu mural ini. Di sisinya saya mengambil gambar ini ada beberapa peminta-minta. Miris saja melihatnya karena di sebelah tembok itu ada apartemen megah menjulang. @aswanpov

Thursday, February 19, 2015

Dua Komen Imlek

HARI itu saya menulis satu twit iseng: "katanya negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, tp saat lihat tv, lebih rame perayaan Tahun Baru Imlek drpd Tahun Baru Islam #tv&realitas". Ada dua komentar yang masuk. Pertama: "Imlek jelas lebih mendunia". Kedua: "Indonesia tak selebar layar tv Bro". Saya tidak berselera membalas dua mention itu. Rasanya seperti memperdebatkan isi berita dengan orang yang tidak pernah jadi jurnalis. Pertama, imlek memang mendunia, tapi televisi Indonesia kan untuk orang Indonesia. Berapa persen populasinya yang merayakan itu? Imlek di tv lebih merupakan afirmasi atas minoritas (yang mengaburkan identitas mayoritas). Sahutan kedua yang menyebut Indonesia tidak selebar layar tv juga sangat menyederhanakan masalah. Sebagai media dominan, tv itu punya kuasa untuk membentuk realitas di kepala kebanyakan orang. Sekali lagi "membentuk", bukan "menyajikan". Identitas kita sebagai bangsa ditegaskan oleh apa yang dikonstruksi media dalam tampilan pesannya. Bagaimana, Anda percaya dengan bualan saya ini?! @aswan

Wednesday, February 18, 2015

Plagiat 50 Persen

BUTUH waktu 2 hari untuk menyelesaikan paper tugas kuliah itu. Butuh waktu hampir seminggu untuk membaca 6 buku tebal referensinya. Dan tahukah Anda, hanya dengan waktu kurang dari 1 menit, paper sepanjang 1.000 kata itu diklaim memiliki 50 persen unsur plagiat. Hebat kan?! Itulah hasil kerja paperrater (dot) com. Di situs itu, paper saya dihakimi memiliki kemiripian dengan isi wikipedia (dot) org. "Apa yang mas Aswan tulis itu mungkin juga sudah dibahas oleh banyak orang di internet," kata asisten profesor saya. "Tulisanmu pasaran," ejek seorang teman. Saya meradang dong?! Tidak sedetikpun saya melirik situs itu saat membuat paper. Ajaibnya, seorang teman yang nyata-nyata mengutip situs ensiklopedia berjamaah itu, tidak terdeteksi oleh paperrater. Hellooow... Bagaimana dengan mereka yang melakukan plagiat tapi tidak dari sumber tulisan yang terpajang di internet? Asyik kan?! Mudah-mudahan profesor saya lebih percayai paparan di kelas daripada vonis situs "sok tau" tadi. Tapi, apa iya? Kalau tidak percaya pada situs itu, buat apa asistennya harus mengecek paper kami? Nah?! @aswan

Tuesday, February 17, 2015

We Welcome You

(c) aswan zanynu

SAYA tertarik saja lihat wayang golek secantik ini. Pakaiannya anggun. Tapi kalau memotretnya sendiri juga rasanya garing. Untung ada pak Satpam yang berdiri pada sudut pengambilan gambar yang pas. Itu saja sih idenya. Gambar saya ambil dengan kamera iPhone 4 di Universitas Indonesia Depok. @aswanpov

Sunday, February 15, 2015

Ambisi atau Motivasi *

KAMI terlibat adu argumentasi sore itu. Apa yang dibutuhkan seorang anak untuk bisa sukses di sekolah: ambisi atau motivasi? Dia menyebut ambisi. Saya sendiri lebih suka motivasi. Tapi kata dia, setiap orang yang ingin sukses "pasti punya ambisi.. bohong kalau tidak ada. kalau tidak punya ambisi, ya dia pasti tidak sekolah". Saya sendiri lebih memilih motivasi daripada ambisi. Motivasi berarti "dorongan yang timbul dalam diri seseorang secara sadar untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu". Sementara ambisi derajatnya lebih tinggi daripada motivasi. Ada "dorongan yang sangat kuat untuk mencapai sesuatu". Dia mungkin benar karena kalau hanya sekedar motif tapi kalau tidak kuat, tetap tidak berhasil mencapai sesuatu yang diinginkan. Karena itu yang dibutuhkan ambisi, bukan motivasi.

Saya tidak ingin berdebat soal bagaimana sebuah kata diinterpretasikan. Pengalaman hidup justru mengajarkan pada saya, ambisi itu tidak cocok untuk orang seperti saya. Waktu SD, saya pernah punya ambisi untuk jadi juara. Belajar keras, eh hasilnya sangat tidak memuaskan. Tetapi ketika saya menurunkan ambisi menjadi motivasi, saya justru menyabet juara. Meski sebenarnya bukan itu yang saya inginkan ketika belajar. Waktu itu saya belajar yaa.. karena ingin belajar saja. Tidak perlu juara, yang penting bisa jawab satu dua soal dari guru, rasanya sudah cukup. Tidak mempermalukan orang tua. Dalam ambisi ada target tinggi. Ini cocok untuk orang yang dapat beradaptasi di bawah tekanan. Itu bukan tipe saya. Saya justru suka yang biasa-biasa saja. Jadi wajar saja kan kalo hidup saya biasa-biasa saja. Hehehe.. Tapi apapun itu, yang penting saya bahagia dan tidak merasa bekerja di bawah tekanan target yang saya buat sendiri. Bagi saya, ambisi itu bentuk lain dari menyiksa diri sendiri. Itu versi saya lho ya?! Jangan ditiru. @aswan

*) untuk A.A.


Saturday, February 14, 2015

Untuk yang Dicintai



APAKAH ada batas pengorbanan yang harus diberikan pada kekasih yang kita cintai? Saya yakin film Mud (2012) ingin berargumentasi dalam gambar tentang hal itu. Sekali lagi tentang cara berpikir rasional dalam cinta. Tokoh Mud (diperankan Matthew McConaughey) harus membunuh demi wanita yang ia cintai. Dua remaja pria membantunya. Bukan untuk membunuh, tetapi untuk keluar dari pulau persembunyiannya. Ellis, si anak remaja usia 14 tahun (Tye Sheridan) dan sahabatnya Neckbone (Jacob Lofland) menjadi dua tokoh yang mendukung alur cerita. Oh ya, setelah membuka data tentang film ini saya menemukan bahwa ada lebih dari 2000 anak yang diaudisi untuk peran tokoh Neckbone.

Ellis sendiri punya kisah cinta yang mirip dengan Mud. Dia juga sedang jatuh cinta dengan kakak kelasnya. Meski masih muda, seolah Ellis dapat berempati pada Mud. Kekuatan film ini terletak pada alur ceritanya yang sulit ditebak. Mungkin karena sutradara sekaligus penulis cerita ini, Jeff Nichols telah mempersiapkan semua konsepnya sejak 1990an. Dia lebih muda 3 tahun daripada saya. Tapi karyanya luar biasa. Karakter tokoh dalam filmnya tersibak satu demi satu sepajang cerita. Pada akhirnya film ini ingin menunjukkan, sesuatu yang mesti diutamakan ketika kita sudah berkorban demi cinta. Apa hayo?! @aswan

Wednesday, February 11, 2015

Reformasi "Mesin Cetak"

SEJATINYA tidak tepat disebut mesin cetak. Ketika itu yang ditemukan Gutenberg adalah movable type. Kumpulan huruf yang terbuat dari timah yang dapat disusun menjadi kalimat lengkap dan paragraf lengkap dengan tanda bacanya. Dicelupkan ke tinta. Lalu kumpulan lempengan tadi ditempelkan pada lembaran kertas. Jadilah lembaran yang awalnya putih kini menjadi bertulis. Yang pertama dicetak oleh Gutenberg adalah injil. Tampaknya biasa saja jika ia mencetak injil. Setidaknya ini menggambarkan religiusitas Gutenberg. Tetapi sedikit orang yang pada akhirnya sadar kalau cetakan injil akhirnya menciptakan perubahan besar. Dipimpin oleh Martin Luther, ini yang kemudian memicu reformasi dalam agama Kristen di Eropa. Dalam kuliahnya, Prof Alwi Dahlan menyebut istilah "reformasi" pertama diperkenalkan dari kejadian ini. Injil kemudian tidak hanya disimpan, dibaca, dan diinterpretasikan oleh pendeta dan gereja. Tetapi juga dapat dilakukan oleh orang awam. Meski tidak secara langsung berhubungan, temuan Gutenberg dapat disebut memberi kontribusi bagi lahirnya ajaran Protestan. Manusia membentuk teknologi, dan pada akhirnya teknologi membentuk (segala aspek dari kehidupan) manusia. @aswan

Monday, February 9, 2015

Ikan-ikan di Dinding

(a) aswan zanynu
BOGOR dan Jakarta hujan deras. Hari itu (9/2) Jakarta banjir. Saya keluar dari Perumahan Puri Nirmawa 2 Cibidong melintas dengan payung melewati jalur yang berbeda. Hasilnya ini: Sebuah lukisan tembok yang menarik. Pemandangan bawah laut ini saya ambil dengan menggunakan iPhone 4 di bawah hujan yang deras. Terasa kan dramatisnya?! @aswanpov

Sunday, February 8, 2015

Cicil atau Tunai?

PERJALANAN hidup saya lebih sering menggiring pada opsi pertama: cicil. Kalau mau tunai, sampai tua rasanya saya tidak akan bisa punya rumah. Ngontrak melulu. Berapa gaji PNS? Kalo mau korupsi atau nyambi pekerjaan lain yang nyrempet-nyrempet gitu, mungkin bisa. Tapi untuk orang yang mencoba hidup baik-baik dalam menjalankan fungsi sebagai abdi negara seperti saya (halah!), itu luar biasa beratnya. "Bagaimana saya bisa menjamin kalau bulan depan ada penghasilan untuk bayar cicilan? Gaji PNS kan segitu saja?!" kata adik saya yang lebih memilih untuk membayar tunai. Hmmm... ada benarnya juga sih. Dia lebih suka menabung lalu bug, uang segepok ditukar dengan barang. Eh tapi saya pernah menemukan tipe PNS yang justru merasa tertantang dengan cicilan (baca: utang). Itu yang memotivasi dia untuk mencari lebih banyak uang setiap bulan. Dan saya belum termasuk tipe orang seperti itu. Tolong dicatat yaa: "belum" bukan berarti "tidak". I'm working on it! :) @aswan

Saturday, February 7, 2015

Adam dan Surga

ENTAH berapa kali Guru selalu mengulangi kisah ini. Surga itu tidak mudah. Kisah nabi Adam sebagai Bapak Manusia, ada di dalam agama samawi. Ia pertama kali tinggal di surga bersama istrinya. Kata Guru, hanya karena satu kesalahan, sekali lagi satu kesalahan, mereka dikeluarkan dari surga. Sementara kita, anak cucunya, yang belum pernah mampir ke surga walau hanya sekali, 'bermimpi' kepingin masuk surga dengan mudah. Dengan amal ibadah yang sangat apa adanya, dengan kesalahan yang tidak apa adanya. Yang sudah tinggal di surga saja bisa dikeluarkan, apalagi yang belum pernah tinggal di sana dan kepingin ke sana. Terlepas dari beragam makna simbolik di balik kisah penciptaan Adam dan kesalahan yang ia lakukan, analogi yang diajarkan Guru saya ini sederhana. Sayangnya masih terlalu berat untuk saya jadikan panduan hidup. Tentu ini hal yang memalukan bagi seorang Guru karena miliki murid sedungu saya. Semoga dia (tetap) mau menerima dan mengakui saya sebagai muridnya. Tuhan, ampuni kebodohanku. Amien. @aswan

Wednesday, February 4, 2015

Harga Oase Burung

AWALNYA saya senang dengan genangan air depan rumah ini. Di siang hari kawanan burung kecil biasanya singgah minum atau bermain air di situ. Senang saja melihat mereka dari balik jendela bermain di sekitar genangan. Melompat. Berpindah. Seperti merayakan sebuah oase. Semuanya berubah ketika genangan itu melebar dan sedikit dalam menjadi kubangan. Air yang ditampung jadi lebih besar dari biasanya. Sebenarnya akan lebih indah kalau disulap menjadi kolam ikan. Tapi tentu itu akan menyesakkan. Buah mangga dekat rumah saja sering dipetik orang yang merasa itu milikinya, apalagi ikan yang ada dalam kolam di tepi jalan. Lalu diputuskanlah untuk menimbun dengan kerikit berpasir. Fantastis! Hampir separuh gaji sebulan PNS-ku habis untuk itu. Harga kerikil yang mahal atau gaji PNS yang sangat kecil, bahkan untuk menimbun oase milik kawanan burung kecil? Entahlah?! @aswan

*ga asyik ya, ujung-ujungnya curhat. hehehe...

Tuesday, February 3, 2015

Meramu Kembali "Taken"



MAFIA perdagangan manusia tidak hadir dalam film ini. Jadi yang pernah nonton dua sequel sebelumnya yaitu Taken (produksi 2008) dan Taken 2 (2012) akan terkejut menyimak ceritanya. Kalau tidak terkejut, berpura-puralah. Biar tulisan ini terasa ada benarnya. Hehehe... Taken 3 (2014) memuat aksi yang berbeda. Kuantitasnya berkurang tetapi kualitasnya tetap terjaga. Aksi mantan agen CIA, Bryan Mills (diperankan Liam Neeson) masih enak ditonton. Sutradara Olivier Megaton tampak ingin menyajikan adegan penuh aksi dan kisah penuh emosi sekaligus cerdas dengan seimbang di film yang ia garap. Satu lagi, Taken 3 mungkin ingin mengigatkan bahwa orang yang paling dekat dengan kita adalah orang yang paling berbahaya sekaligus yang paling berpeluang dapat menolong kita. Tagline yang klise, tapi filmnya oke! @aswan


Monday, February 2, 2015

After the Rain

(c) aswan zanynu

PEMANDAGAN iseng ini saya ambil menggunakan lensa lomo dari iPhone 4, sore hari setelah hujan mengguyur pelataran MTQ, Kendari. Saya ingin bermain-main dengan perspektif. Tidak ada yang salah bukan? Saya selalu percaya, beberapa obyek akan terlihat atau mungkin terlihat lebih indah jika diintip dari sudut yang berbeda dengan cara yang tidak biasa. Sotoy banget kan?! @aswanpov

Sunday, February 1, 2015

Penjelasan Gagal Fokus

BARU melintas begitu saja di kepala penjelasan mengapa orang seperti saya sering gagal fokus. Jawabannya, karena saya ingin bebas. Tidak mau terkungkung pada jadwal atau target. Harus begini, harus begitu. Fokus kadang membuat hidup jadi begitu dipaksakan. Tidak mengalir alamiah. Padahal menikmati hidup kan harusnya dengan cara yang menyenangkan, bukan menyusahkan. Meski ada pepatah "Bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian", tapi itu dulu. Prinsip terbaru dan teraktual versi saya: Kalau bisa senang, mengapa harus jalani hidup dengan cara yang susah. Ada gaya, ada harga. Dengan gaya hidup yang sering gagal fokus, saya harus membayar harga mahal dari mundurnya beberapa target. Tapi sudahlah, buat apa mengejar target di depan yang belum pasti, jika hari yang seharusnya dapat dijalani dengan indah tak kau nikmati? Gimana? Asyik kan?! @aswan

Saturday, January 31, 2015

Vitamin Bernama Harapan

ADA says: Hope is a good breakfast, but not delicious dinner. The most delicious indeed start everything with hope. Hope would be positive. Differences with anxiety or fear. But how many times we often let down by our expectations? No need to count. Other people like it anyway . Including me. When disappointed, hope that initially are vitamins, capsules are now behind and become bitter. Why ?! Perhaps because of the expectations that we create. We shape to suit our tastes. Arranged according to the imagination and everything wonderful that we want to achieve is present in it. It's all in the head. That's what we want to try looking for, find, or create in the real world. There's nothing wrong, is not it? But never did we ask ourselves on hopes it: Is it possible? If not, a little lower levels of perfection. Hehehe ... aswan

Friday, January 23, 2015

Di Siang Terik

(c) aswan zanynu

CAHAYA matahari di Kolaka (Sulawesi Tenggara) siang itu begitu menyengat. Sebelah tangan harus saya gunakan untuk menutup kepala dan tangan lain memegang kamera DSLR. Gambar awal instagram yang terpajang dalam blog di atas diambil oleh seorang mahasiswi saya: Gita Pradana. Dia menggunakan kamera smartphone Sony Experia. Katanya, bangunan ini diklaim sebagai rumah adat Kolaka. Seorang sumber kami membantahnya. Ia menyebutkan rumah adat suku Mekongga tidak seperti ini. @aswanpov