YANG tumbuh dewasa di era 90an mungkin akan kangen dengan kartu lebaran. Setidaknya ingat tradisi berbagi kartu lebaran saat jelang Hari Raya. Orang yang paling sibuk se-Indonesia yaa pak Pos. Tidak jarang nanti setelah hari H ada beberapa kartu yang baru sampai ke tangan. But it's ok, selembar surat itu tetap punya nilai personal. Bahkan jika menoleh ke belakang, kartu lebaran bisa bernuansa politis dan bahkan bisnis.
Sampai hari H lebaran berlalu, tumpukan kartu yang dikirim teman-teman di luar kota masih tersimpan di atas meja saya. Senang saja bisa lihat kartu itu, lagi dan lagi. Pengirimnya adalah teman, sahabat atau kerabat. Sejujurnya, saya lebih suka kartu lebaran daripada ucapan atau kartu digital yang disebar di group Whatsapp. Kartu lebaran itu lebih personal. Selain ragam gambar, tulisan tangan pengirim menjadikan kartu lebaran sesuatu yang khas. Ada ucapan, doa, bahkan kadang ada keisengan di balik kata-kata yang kami tulis. Beberapa teman malah membuat sendiri kartu lebaran versi yang dia inginkan. Di mata saya, itu nilainya sangat tinggi, seperti mendapat buah tangan.
Kerena saya bukan tipe manusia kreatif, jadi hanya memilih saja kartu lebaran yang ada di toko. Butuh waktu untuk pastikan kalimat di dalamnya tidak klise atau pasaran. Butuh waktu juga untuk memikirkan atau mencari diksi kreatif. Bedakan dengan ucapan digital saat ini yang nyaris seragam –dari tahun ke tahun– dan cukup diganti bilangan tahunnya saja tiap ingin dikirim kembali. (*ehem)
Sentuhan personal yang hilang dari ucapan digital. Tapi tidak semua sih... satu dua ucapan atau kartu digital yang masuk ke ponsel, masih bisa saya rasakan feel-nya. Meski tidak dapat dipungkiri, gregetnya tidak semua sama. Bahkan lebih banyak yang, maaf, biasa-biasa saja. Untuk alasan itu, saya kadang memutuskan untuk tidak mengirim ucapan atau kartu digital. *eh ini jahat ya?!
Sudah menjadi bagian dari proses berpikir otomatis manusia, mereka selalu membandingkan apa yang ada dengan apa yang tersimpan sebelumnya dalam memori. Entah bagaimana, setiap buka kartu lebaran ada sensasi kejutannya, seperti mengambil permen di toples dengan mata tertutup lalu mengecap rasanya. Kartu lebaran berganda kejutannya saat terselip foto: sebuah kado mewah kala itu. Pengobat rindu, kuatkan ikatan hati. Satu lagi: prangko. Bagi pemulung (seperti saya), mendapatkan prangko seri langka yang menempel di pojok kanan amplop itu senangnya seperti menang undian.
Kebiasaan mengirim ucapan sebenarnya sudah dikenal sekitar 4.000 tahun lalu. Bangsa Mesir mengenal “scarabs”, batu-batuan berharga berbentuk kumbang. Bangsa Romawi saling bertukar simbol “kesehatan” maupun “kemauan baik”, dalam bentuk buah-buahan kering dan madu, maupun lempung bakar. Hendri F. Isnaeni (2010) menulis, kartu ucapan pertama kali dipelopori oleh John Calcott Horsley, seniman London, yang pada 1843 membuat kartu Natal pertama.
Belanda mulai mengadopsi briefkaart (kartu pos) tanpa gambar pada 1871 yang segera disusul negeri jajahannya, Hindia Belanda. Pada 1893 muncul kartu pos bergambar pertama di Batavia. Beberapa percetakan besar dan pengusaha di beberapa kota pun kemudian memproduksi kartu pos. Umumnya bergambar keeksotisan alam Hindia Belanda. Kartu-kartu pos ini biasanya dipakai untuk menyampaikan pesan singkat, juga ucapan selamat. Yang unik, pada 1918 sebuah kartu Lebaran dibuat oleh Singer Sewing Machine Co. selain memberi ucapan selamat Lebaran, kartu ini juga mengingatkan kepada para peminjam mesin jahit agar menyimpan uang untuk membayar sewa mesin jahit.
Di masa pendudukan Jepang, kartu Lebaran juga dipakai penguasa militer demi kepentingan politis: merangkul umat Islam untuk tujuan perangnya. Di 7 September 1944, dalam Sidang Istimewa ke-85 Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang), Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa Hindia Timur (Indonesia) akan merdeka pada kemudian hari. Janji itu juga tersirat dalam kartu Lebaran. Selain berisi ucapan “Selamat Idul Fitri”, kartu lebaran rata-rata disertai salam “Indonesia Merdeka”.
Oh ya, asyik ngobrol jauh, saya sampai lupa: "Selamat Lebaran yaa... Mohon maaf lahir dan batin." @aswan
Selamat berlebaran pak. Mohon maaf atas segala kebodohan saya dimasa lalu, masa kini dan masa depan :-)
ReplyDeletehehehe.... sama-sama. Selamat lebaran juga. Maaf lahir dan batin, Anak Muda.
ReplyDelete