Friday, June 23, 2017
Umur Oh Umur
MENDADAK suara beduk sebelum adzan Jumat hari ini terasa begitu pilu. Seperti ucapan "Selamat Jalan Ramadhan". Saya sendiri bingung dengan apa yang saya rasa. Di satu sisi, bahagia karena sebentar lagi lebaran. Tapi di sisi lain, saya malah merasa sedih bukan kepayang. Betapa anehnya membahasakan senang yang berbalut sedih, dan di saat bersamaan mengakui lara (yang jadi tidak sedih-sedih amat) karena bahagia.
Sekelebat terbayang peristiwa Haji Wada'. Di tahun kesepuluh Hijriyah pada awal bulan Dzulhijjah (632 Masehi), Nabi melaksanakan haji yang pertama sekaligus yang terakhir (Haji Wada'). Di saat itulah turun wahyu penutup: "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." Sebagian besar umat bahagia karena ajaran Islam telah paripurna. Tetapi Abu Bakar ra. malah terisak-isak karena sedih.
Dia tahu itu pertanda kalau misi kenabian akan berakhir dan tidak lama lagi Rasulullah akan wafat. Hal yang luput dari nalar awam. Para sahabat mencitai Rasul tidak seperti mereka mencintai keluarga terdekat mereka, tidak pula seperti mencintai diri mereka sendiri. Mereka mengasihi Nabi melebihi kecintaannya pada diri mereka. Mereka yang pernah berduka, tahu bagaimana rasanya (akan) ditinggal orang yang dikasihi. Itulah luka yang tak kan pernah bisa disembuhkan oleh waktu.
Kata Guru saya, Syekh Abdul Ad'zim al Falimbani: "Selama-lamanya kita hidup bersama, akan lebih lama saat kita berpisah." Setiap kali ingat kalimat itu, rasanya kepingin selalu bersama dengan orang-orang yang saya cintai. Begitu pula saat dia mengatakan: "Temuilah kedua orang tuamu selama mereka masih hidup. Perlakukan mereka dengan hormat dan kasih. Karena kepedulian itu tidak akan ada artinya saat Kau hanya dapat mendatangi kubur dan mendekap nisan mereka."
Umur oh Umur...
Ramadhan bulan kesembilan dalam penanggalan Hijriyah. Ya, sembilan. Sembilan bulan pula usia kandungan manusia sebelum dilahirkan. Itu rahasia di balik mengapa orang yang selesai berpuasa Ramadhan digambarkan seperti bayi yang baru lahir (kembali). Tahun depan, Ramadhan yang pergi insya Allah akan datang kembali. Tapi ragu juga untuk katakan kalau tahun depan saya masih bisa bertemu dengannya dan menyambutnya dengan suka cita: "Marhaban yaa Ramadhan".
Kata seorang perceramah, ada dua ucapan selamat datang yang lazim digunakan dalam bahasa Arab: ahlan wa sahlan dan marhaban. Yang pertama diucapkan untuk tamu yang biasa-biasa saja, sementara yang kedua disampaikan kepada tamu agung. Nabi menggunakan kata "marhaban" kepada Ramadhan. Dengan sekat hati yang tebal, dengan cahaya ilmu yang redup, saya masih sangat dungu untuk bisa menunjukkan rasa hormat atas kemuliaannya itu. Saya baru bersedih saat tahu dia akan pergi.
Umur oh umur...
Masih teringat bagaimana kami menikmati Ramadhan di masa kanak-kanan. Mendirikan rumah di atas pohon Akasia bersama (almarhum) kakak saya. Tempatnya di halaman Masjid Raya Baubau, sejajar dengan mihrab imam. Jaraknya mungkin 100 meter. Kini tempat itu sudah berubah menjadi pasar pakaian berlantai dua. Kami menghabiskan siang di sana. Adzan Ashar adalah waktu yang dinanti karena tidak lama lagi akan berbuka.
Saat malam, kami shalat Isya berjamaah. Waktu paling menyenangkan adalah ketika ceramah sebelum shalat Tarawih. Sarung diselempang. Kami keluyuran mencari jajanan di sekitar masjid. Keramaian malam pembeli dan pedagang, bunyi petasan, dan ceramah melalu pengaras suara masjid seperti saling beradu. Tidak cukup sampai di situ, pun selepas shalat Subuh kami jalan-jalan lagi ke pelabuhan. Pokoknya asyik-asyik.
Kadang saya menemukan kemiripan Aswan kanan-kanan dengan Aswan yang mendongengkan tulisan ini. Tahun-tahun berlalu, tetap tidak ada yang berubah. Tubuh hanya menjadi rumah tua, tempat tinggal ruh yang tak kunjung siap kembali kepada Tuhannya. Dulu Aswan sibuk dengan permainan kanak-kanak, sekarang pun sama: Aswan sibuk dengan permainan orang dewasa. Sama-sama sibuk. Sama-sama melalaikan. Lihatlah... untuk perjalanan akhirat adalah perjalanan yang tak berbilang tahun, Aswan masih bisa bermain-main.
Wahai Cahaya Ilmu yang Maha Pengasih, ampuni kebodohanku.
Aamiin..
@aswan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment