TANPA saya sadari selama ini saya menganggap Tuhan itu seperti teman sendiri. Ketika waktu shalat tiba, saya minta Dia menunggu sampai saya menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tanggung untuk dihentikan ketika kumandang adzan. Hanya teman (sok) akrab yang berani meminta temannya menunggu, bukan?Pernah sih saya memenuhi panggilan-Nya di awal waktu, tapi biasanya karena dua alasan. Satu, biar tidak mengganggu agenda lain yang harus tepat waktu seperti jadwal take off pesawat. Atau dua, biar perbincangan kami cepat selesai karena ada kerjaan lain yang harus saya lakukan, misalnya tidur.
Saya tahu Dia punya segalanya, makanya kepada-Nya saya meminta. Tapi sekali lagi dengan lagak layaknya seorang teman. Merasa setara dan berani kecewa saat permintaan saya tidak diberikan. Sesekali kesal. Dan dalam hubungan pertemanan unik ini, saya lebih sering ingin mendominasi. Lebih sering ingin didengarkan. Mungkin karena itu saya sulit memahami apa yang Dia inginkan. Atau tepatnya tidak mau membuka diri untuk itu. Entahlah, di saat-saat tertentu komunikasi kami rasanya buruk sekali. Kami jalan beriringan tapi tidak saling menyapa. Meski selalu bersama, saya lebih tertarik pada apa saja selain Dia. Hmmm… teman macam apa saya ini? Itu kalau kami berteman yaa.. bagaimana jika tidak?! @aswan
No comments:
Post a Comment