Saturday, December 31, 2016

Untuk Janji Kedua


SEORANG ibu yang berjuang menjadi perempuan bahagia. Seorang anak yang menyimpan amarah kepada kedua orang tuanya, terkhusus sang ibunya. Mengapa hidup yang seharusnya berjalan maju tapi berubah seperti berjalan mundur dan menyeret semua ingatan yang lama ditutupi? Kasih tak sampai dan janji seorang pecinta, bersengkarut dengan pencarian seorang anak yang harus memasuki lorong waktu masa lalu ibunya. Film Surat dari Praha menata semua kesedihan itu menjadi gambar dan suara kesunyian yang indah.

Wednesday, December 28, 2016

(Fun with) Firecracker

We live in a culture where we’re bombarded with so much noise and so much insecurity. 
–Lisa Ling

MAYBE just in my town. You can hear firecracker even in every celebration. Any kind celebration. Town anniversary. On our Independent Day. Eid ul-Fitr and Eid ul-Adha festival. And of course when we welcome a new year. Muslim is majority in this town but you still can hear firecracker on Christmas night. I don’t know who they are, what they think when make some noise almost all day and night. But I’m sure, they hate silence. In China tradition, firecracker are used to dissipate the evil spirit. In my town, it has a 'new' function: as a sign that we are in a happy mode. Although I’m afraid everyone enjoy that noises. @aswan 

Friday, December 23, 2016

Jenius Ala Athena



KETIKA nama Athena Kuno (Yunani) disebut, siapa yang terlintas di benak kita? Socrates, Plato, Aristoteles? Bagaimana dengan nama-nama ini: Phidias, Thucydides, Hippodamus, Diogenes, atau Aspasia? Itu nama-nama asing (setidaknya bagi saya). Saya sendiri baru saja menganal lima nama terakhir itu dari The Geography of Genius karya Eric Weiner (2008). Bagaimana keadaan kota yang 'menghasilkan' orang-orang jenius tadi? Itu hal yang sejak lama membuat saya penasaran.

Sunday, December 11, 2016

TIK vs Makar


MINGGU yang dingin. Entah karena di luar cuaca mendung atau karena saya yang sedikit meriang. Lelah dari Jakarta masih terbawa sampai Kendari. Jadinya suhu ruang pertemuan hotel bintang tiga ini terasa lebih menusuk. Dijadwalkan, saya dan teman-teman dari Teknik Informatika akan mendongeng pukul 10 pagi. Tapi molor sampai sejam. Lumayan, menunggu satu setengah jam bisa diisi dengan menyeruput teh panas. Tiba-tiba terpikir kalau apa yang akan kami dongengkan di panel Pemda ini bisa digunakan untuk melawan demonstrasi hingga makar.

Thursday, December 1, 2016

Wajah Muslim Indonesia

sumber: blog.act.id

SEJUJURNYA judul ini terlalu berat untuk dibebankan pada tulisan yang dapat habis dibaca dalam sekali duduk. Sejak aksi 4 November 2016 lalu yang melibatkan banyak umat Islam, lahir sejumlah label negatif. Apalagi dari media asing. Meski secara tidak langsung disebutkan, tetapi aksi tandingan yang diadakan setelah itu membangun wacana yang memposisikan umat Islam Indonesia itu anti-keberagaman, tidak bisa menerima pluralisme, bahkan yang paling seram, mereka merencanakan makar (untuk mendirikan negara Islam). Menolak NKRI dan anti-Pancasila.

Saturday, November 19, 2016

Malam Pun Jatuh


SANGAT jarang masterpiece dari seorang penyanyi atau kelompok musik jadi favorit saya. Biasanya suka, hanya saja tidak masuk play list. Tapi pada komposisi Untuk Perempuan yang Sedang dalam Pelukan ini, saya takluk. Mungkin karena petikan gitarnya. Mungkin karena syairnya. Atau mungkin karena kau sedang cantik-cantiknya 😊

Thursday, November 10, 2016

(Politik) Gelar Pahlawan


TANGGAL 9 November ini tokoh Nahdlatul Ulama Kyai Haji As'ad Syamsul Arifin mendapat gelar Pahlawan Nasional. Dugaan saya meleset. Sejak awal tahun saya memprediksi mantan presiden Soeharto dan Abdurrahman Wahid yang akan dapat gelar tersebut pada 2016. Variabel gonjang-ganjing politik seperti saat ini sama sekali tidak masuk hitungan saya. Karena sampai akhirnya tahun 2015 Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa memastikan bahwa pengesahan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dan Abdurrahman Wahid sudah disetujui oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang diketuai oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Menurut Menteri Khofifah, pengesahan kedua mantan presiden tersebut tinggal menunggu Keputusan Presiden (Detik, 10 Nov 2015).

Saturday, October 22, 2016

Melawan dengan Film


FILM yang based on true story itu, fiksi atau non-fiksi? Apa bedanya drama, sinetron, dan film? Kalau mau buat film dokumenter risetnya harus lama ya? Program apa yang digunakan untuk mengedit film? Itu beberapa pertanyaan yang diajukan peserta pelatihan Journalism on Campus IAIN Kendari. Syukur pertanyaan-pertanyaannya bisa saya jawab. Hanya ada satu yang tidak: Lahir tahun berapa? Hehehe… Toh tidak ada relevansinya dengan materi tentang film yang saya dongengkan. Lebih ke buat lucu-lucuan saja, kan?

Minggu, 16 Oktober. Pagi sekitar jam 10 saya sudah di lantai dua ruang perkuliahan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah. Untuk masuk ruang pelatihan, saya sukarela membuka sepatu. Maklum berkarpet hijau. "Seperti masjid, ya?!" kata saya bercanda. Ada tiga sesi borongan. Agak maruk juga sih karena semua sesi, saya yang isi. Mohon maaf kalau akhirnya ada yang pusing, sakit kepala, serta alami gangguan pendengaran dan penglihatan. Tapi gimana lagi?! The show must go on. Aseeek!

Monday, October 17, 2016

Gelang (Dupa) Oranye

Bangkok, Oktober 2016

SEBUAH foto dengan bingkai yang besarnya seukuran billboard berdiri di tengah Universitas Kesetsart, Bangkok. Itu kali pertama saya melihat langsung gambar Bhumibol Adulyadej lengkap dengan suasana di sekitarnya. Di depan potret besar, ada sesajian, bunga, dan hio (tangkai dupa). Saya sempat meminta seorang teman untuk mengambil foto saya berlatar gambar tadi. Namun urung. Beberapa orang yang lewat selalu berdoa di depannya. Rasanya tidak santun untuk lucu-lucuan membelakangi potret diri seseorang yang dihormati. Sebagai pendatang, saya tidak punya ikatan emosional dengan raja. Tapi bagaimana orang Thailand mengekspresikan kecintaan mereka?

Sunday, October 2, 2016

Menulis? Buat apa?!


MEREKA ingin menulis tapi sibuk. Itu yang saya tangkap dari perbincangan dengan beberapa mantan mahasiswa. Mereka umumnya pekerja kantoran. Sudah pasti sibuk. Tapi rasanya sepadan dengan gaji yang mereka dapat. Bisa melebihi penghasilan saya yang 10 tahun lebih dulu bekerja daripada mereka. Trus, “Buat apa kalian menulis?’ Itu pertanyaan yang sempat saya ajukan. “Menulis tidak akan membuatmu kaya,” kata saya.

Ternyata bukan itu tujuannya. Mereka ingin berbagi. Dengan menulis, mereka bisa merasa lebih bermakna. Bahkan ada yang bermimpi untuk sekolah lagi. Tidak buruk sih, tapi buat apa? Menghabiskan uang saja. Itu jawaban politisnya. Ada alasan lain yang sebenarnya muncul di kepala saya waktu itu tapi tidak saya sampaikan. “Yaa.. kalau kalian sekolah lagi, saingan saya bertambah dong.” Hehehe....

Sunday, September 18, 2016

Tutupnya Museum Cinta


TAJ Mahal adalah cerita sukses museum cinta abadi. Cinta antara Kaisar Mughal Shah Jahan (1592–1666) dan sang permaisuri Arjumand Banu Begum. Jahan membangunnya karena kepingin cinta mereka dikenang oleh manusia sepanjang zaman. Tapi lain halnya dengan apa yang juga coba dibangun oleh tokoh "aku" di cerpen Trash is Better karya David Albahari. Dia tidak seberuntung Jahan. Cintanya berantakan di hari yang bertepatan dengan tahun kelima hubungan asmara mereka. Hasrat untuk membangun museum cintanya bersama Magda (si kekasih), buyar seketika.

Padahal sebelumnya tokoh "aku" ini sudah mulai mengumpulkan apa saja sejak kali pertama bercinta. Benda yang menjadi koleksi awalnya adalah pakaian dalam Magda. Lalu kemudian setiap potongan kertas, tisu bekas Magda, tiket bioskop, kartu pos, label pakaian, stoking robek, kantong teh celup kamomil bekas, pena yang sudah habis tintanya, bekas bungkus pasta gigi, resep kue cokelat yang buruk fotokpiannya, baju renang yang dikenakan Magda saat mereka berlibur di Yunani, guntingan foto-foto, selimut dari pesawat, kaleng-kaleng kosong, semua disimpan di apartemennya. Tidak hanya mengumpulkan, tokoh "aku" ini juga mencatat bagaimana hingga benda-benda itu dapat menjadi koleksi museum cinta mereka.

Tuesday, August 23, 2016

Sex, Lies & Cigarettes



TERLEPAS dari rame-rame soal kenaikan cukai rokok (orang jamak menyebutnya "harga rokok), saya jadi ingat kalau tahun 2010 lalu video dokumenter ini menjadi viral di internet. Konteksnya ttg rokok dan pasar. Indonesia adalah surga bagi bisnis rokok. Kalau tdk salah, dari sekian orang terkaya di Indonesia, tiga diantaranya adalah pengusaha rokok. Sekedar membandingkan, di New York sebungkus rokok harganya bisa capai $12.

Video hasil reportase Christof Putzel ini tahun 2012 memenangkan "Carl Spielvogel Award" utk kategori Best International Business Reporting. Di tahun yg sama jg menangkan "Prism Award" utk kategori Best Documentary, News Magazine-Substance Use. Saat dokumenter ini dibuat, Christof Putzel masih menjadi koresponden Vanguard utk Current TV. Skrg dia bekerja sbg koresponden di Al Jazeera Amerika. @aswan

Tuesday, August 16, 2016

Kretek Sang Diplomat



JELANG kemerdekaan, Agus Salim masuk dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang bersidang sejak akhir Mei 1945. Bersama delapan orang lainnya antara lain Soekarno, Hatta, dan Wachid Hasjim (ayah Gus Dur) mereka merumuskan Piagam Jakarta yang kemudian dikenal dengan nama Pancasila dan tertera pada Pembukaan UUD 1945. Dia adalah satu dari beberapa orang yang sepakat untuk tidak memasukkan kalimat “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Alasannya, ada atau tidak kalimat itu, umat Islam wajib menjalankan syariatnya. Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia Merdeka. Anehnya, dia tidak termasuk dalam nama-nama anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menindaklanjuti kerja BPUPKI.

Grand Old Man



AGUS Salim tidak bisa selincah Soekarno, Hatta, Sjahrir dan kawan-kawan seangkatan mereka. Saat Indonesia merdeka, Agus Salim sudah memasuki usia 61 tahun. Dia lahir di Kota Gadang, Sumatera Barat 8 Oktober 1884. Usianya hampir 20 tahun lebih tua dari nama-nama tadi. Tidak heran dia dijuluki “The Grand Old Man” oleh Soekarno. Agus Salim menguasai 9 bahasa asing (ada pula yang menyebut 11), diantaranya Belanda, Inggris, Prancis, Arab, Jerman, dan Turki. Dia adalah politisi Indonesia yang paling bagus bahasanya (selain Hatta dan Mohammad Yamin).

Sebelum Indonesia merdeka, Agus Salim aktif di Sarekat Islam (SI). Ia begitu dekat dengan pendiri SI, HOS Tjokroaminoto. Meski dekat, bukan berarti ia tidak pernah mengritik Tjokroaminoto. Satu saat ia menyampaikan ketidaksukaannya pada Tjokroaminoto yang membiarkan cara orang-orang ‘mendewakannya’. Bahkan ada yang merunduk ke tanah dan mencium kakinya. Bukannya marah, Tjokroaminoto malah menerima Agus Salim sebagai orang kepercayaannya. Tjokroaminoto dan Agus Salim kemudian dikenal sebagai dwitunggal dalam SI.

Friday, July 22, 2016

CIA Indonesia Turki


SEANDAINYA ditulis tahun 2018 atau 2020, bisa jadi kudeta yang gagal di Turki pada Juli 2016 menjadi bagian ulasan dari buku ini. Dari judulnya, sudah terbaca kalau Weiner memaparkan gaya amatiran operasi CIA di berbagai negara (termasuk Indonesia). Ia memetakan kegagalan CIA dalam kurun waktu lebih dari 60 tahun dari masa president Truman (1945) sampai Bill Clinton (2007). Meski berisi 'berita buruk', buku ini berhasil raih penghargaan Pulitzer.

Khusus tentang Indonesia, terungkap bahwa CIA sebenarnya sejak 1958 berencana menggulingkan Soekarno. Mulai dari cara yang paling halus seperti membuat film porno yang pemerannya dipilih mirip Bung Karno (ada sumber yang menyebut dengan menggunakan topeng mirip wajah Soekarno), hingga yang paling vulgar seperti memasok senjata untuk pasukan PRRI/Permesta. Tidak terkecuali juga mengirim sejumlah agen-agen lapangan. Satu di antaranya yang bernasib sial yaitu Allen Pope: pesawatnya berhasil ditembak jatuh oleh TNI. Ditawan, lalu jadi modal negosiasi diplomatik Indonesia dan AS.

Wednesday, July 20, 2016

Untuk Hari Jadi

ADA tiga hal yang membuat saya suka puisi ini. Pertama, analogi kayu yang jadi pedati adalah gambaran manusia yang awalnya disusun oleh hal yang sederhana seumpama kayu untuk kemudian jadi sesuatu yang bermakna seperti pedati. Lalu pada akhirnya setiap manusia akan rindu kembali ke asalnya seperti pedati yang menjadi kayu. Kedua, puisi ini ditulis panjang menyerupai kalimat tapi tanpa tanda baca titik atau koma. Ketiga, saya tidak menyangka kalau setelah tujuh tahun kemudian, sang penyair Alois A Nugroro adalah guru besar yang jadi dosen saya di program doktoral Univ Indonesia. @aswanpov

Monday, July 18, 2016

Pertama Pulang Sekolah


"BERAPA lama kita sampai ke luar angkasa?" Itu pertanyaan yang diajukan si bungsu, Rifqah (11 thn). Entah dia serius atau tidak bertanyanya. "Yaa tergantung kamu mau ke mana? Bulan? Planet Mars? Atau ke mana?" Belum lagi selesai saya menjelaskan, dia langsung meneruskan, "Untuk apa yaa saya ke luar angkasa? Di sana saya mau buat apa?!"

Friday, July 15, 2016

Reuni atau Apalah


TANPA sengaja saya menemukan meme ini di instagram. Satu atau dua hari setelah bertemu dengan teman-teman masa kuliah (S1) dulu. Pertemuan kami rasanya seru. Meme ini yang kembali mengusik kesadaran saya tentang betapa pentingnya setiap pertemuan. Khususnya dengan orang-orang baik yang pernah membuat hidup menjadi pantas dan bermakna untuk dilalui. Karena jika orang yang kita temui adalah orang yang buruk, saya selalu berdoa agar itu jadi pertemuan yang terakhir. Doa semua orang pun rasanya seperti itu, bukan?!

Friday, July 8, 2016

Menjadi Makhluk Visual

aswan zanynu (c) 2016
MEDIA sosial seperti penyihir yang mantranya mengubah kita menjadi makhluk lain. Mungkin benar kata Innis dan McLuhan: Manusia terus menerus mengubah teknologi dan (ajaibnya) teknologi tersebut kemudian mengubah manusia. Sebelum ditemukan teknologi foto digital, mengabadikan satu momen atau wajah seseorang itu suatu 'kemewahan'. Sampai era 90an, setahun punya satu foto saja itu rasanya sudah luar biasa. Tidak cukup makan waktu dua dekade, manusia kemudian dimudahkan untuk memotret dengan kamera digital. Bukan itu saja, kini teknologi hybrid memadukan kamera dan smartphone. Piranti yang praktis untuk membuat, membagi dan menyebarluaskan foto-foto.

Selepas berpuasa, saya masih meragukan apakah saya dapat menjadi muslim yang bertakwa. Tetapi perlahan saya bertambah optimis akan menjadi makhluk visual. Tidak afdal rasanya kalau tidak ber-swafoto (selfie) atau berfoto ramai-ramai. Girang sih. Tapi dalam derajat tertentu ada saat di mana saya merasa kita begitu kecanduan kamera. Alat yang besarnya segenggaman tangan itu mengikis sakralnya beribadah. (Pernah lihat foto orang yang selfie di sekitar Ka'bah, kan?) Gadget jadi lebih penting dari percakapan yang justru dapat mengakrabkan. Padahal momen Hari Raya itu enaknya saat dinikmati. Sama seperti makanan yang tersaji, yaa.. nikmatnya kalau dicicipi.

Saya bersyukur selama dua hari lebaran disibukkan oleh percakapan dan makan (tanpa smartphone). Memang sayang sih karena tidak sempat memotret banyak momen. Tapi sungguh, itu bukan hal yang saya sesali. @aswan

Note:
Sebenaranya ini alasan saya saja. Dengan wajah yang tak sedap dipandang, apa untungnya memperbanyak foto? Hehehe…

Tuesday, July 5, 2016

Prahara Tanah Suci


JIKA kita melihat ke belakang, di era modern, aksi teror bukan baru terjadi di Arab Saudi, seperti tiga ledakan di kota Qatif, Madinah, dan Jeddah pada 4 Juli 2016 kemarin. Siapapun pelakunya, mereka seolah memang seolah memilih momen H-2 Lebaran Idul Fitri. Tetapi mungkin banyak yang lupa atau tidak tahu kalau 20 November 1979 sekelompok teroris bahkan sempat masuk ke Masjid al-Haram. Katanya sebagai bentuk protes atas pemerintah Arab Saudi yang korup. Anehnya, kenapa 'protesnya' di Mekkah, bukan di ibukota Riyadh? Aksi yang dipimpin Juhaiman al-Utaibi ini kemudian disebut sebagai akar terorisme global yang mengatasnamakan Islam. Lengkapnya lebih enak kalau membaca tulis koresponden luar negeri The Wall Street Journal, Yaroslav Trofimov ini. Dalam versi Indonesia sudah diterbitkan oleh Pustaka Alvabet (2007). @aswan

Saturday, June 25, 2016

Dalam Sepotong Hujan


GERAI makanan cepat saji yang terdekat yaa cuma ini. Di sini dia duduk menghadapi menu yang itu-itu saja. Tidak berubah. Dia sempat berpikir: “Andai ada pelayan yang sedikit meluangkan waktu untuk memperhatikan, tidak perlu berucap apa yang akan aku pesan. Berdiri di tempat pemesanan. Bayar. Tunggu sebentar… dan taraaaap… menunya sudah siap. Tapi memangnya ada yang peduli?!” Dia tiba-tiba tersenyum, mengakhiri lamunannya.

Friday, June 17, 2016

Di Ujung Hari

aswan zanynu (c) 2016
BEBERAPA sisi bangunan di alun-alun kota Kendari yang saya abadikan dengan EOS-650D terasa datar-datar saja, sore itu. Aktifitas orang-orang yang bermain atau sekedar lalu-lalang di sana juga tidak ada yang unik. Setelah menghabiskan waktu setengah jam, saya memutuskan pulang. Di tempat saya berjalan, cahaya matahari seperti memanggil. Saya berjalan menuju Barat dan entah bagaimana sudah berdiri tepat di sudut pengambilan gambar itu. Sangat singkat. Hanya empat bidikan (shot). Jangan tanya mereka itu siapa. Saya tidak mengenal mereka dan mereka pun begitu. Tapi yang saya tahu, selalu terbuka peluang keajaiban dalam foto juga film yang akan kita buat. Yang kemudian saya sadari: Hidup terkadang mempertemukan kita dengan sesuatu yang menarik, bukan saat kita pergi mencarinya, tetapi saat kita kembali dari mencari. Sebut saja sebagai hadiah karena telah mencari. @aswanpov

Monday, May 23, 2016

Yang Mundur Sebulan

*thanks to Amia Luthfia for taking the pictures

UJIAN proposal disertasi saya, sedianya dilakukan akhir April 2016. Entah bagaimana tiba-tiba harus dijadwalkan kembali nanti pada akhir Mei. Stress menunggu sebulan itu tidak asyik. Karena sebelum April pun saya sudah melewati masa-masa menegangkan yang sama tidak enaknya. Boleh dibilang berpuncak pada akhir Maret. Jika ditarik ke belakang, butuh satu setengah tahun waktu untuk mengkonstruksi dan merekonstruksi ide, teori, dan metodologi. Berkali-kali membongkar pasang pemikiran dari nol. Meski melelahkan, memulai dari halaman satu itu lebih menantang daripada mengutak-atik puluhan halaman proposal yang sudah jadi. Sok jago banget ya?!

Saturday, May 7, 2016

Bukan New York

(c) aswan zanynu | ig: @aswanpov

CERITA tentang keriuhan yang asing menjadi tema sentral puisi-puisi Aan Mansyur ini. Dibandingkan dengan kumpulan puisi atau prosa Aan "Melihat Api Bekerja" (2015), saya merasa buku ini jauh lebih menarik. Mungkin karena kesatuan tema dan bahasanya yang lebih lugas untuk telinga orang kebanyakan. Kalau tidak salah hitung, ada 31 puisi di dalamnya. Harap maklum kalau salah, karena buku ini tanpa daftar isi. Puisi-puisi tersebar di sela-sela foto hitam putih beraliran street photograph. Kadang berhimpitan. Seperti sedang memperebutkan panggung untuk tampil. Semua foto sepertinya menggambarkan New York. Mungkin lho ya?!

Tapi saya sendiri tidak suka membaca New York sebagai sebuah kota di Amerika Serikat. Ini hanya kata yang dipinjam untuk menggambarkan tempat yang ramai sekaligus sunyi. Selain tema keterasingan, cinta dan kenangan juga jalin menjalin dalam beberapa puisinya. Simak petikan ini: "Kadang-kadang, kau pikir, lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang" (h.13). Atau ini: "Aku ingin istirahat mengingatmu, tapi kepalaku sudah jadi kamar tidurmu jauh sebelum aku mengenal namamu" (h.99). Sepertinya tanpa membayangkan film Ada Apa Dengan Cinta 2,  puisi-puisi Aan tetap gurih untuk dinikmati. Yang sedang jatuh cintah, boleh baca buku ini. Tetapi saya tidak merekomendasikan untuk mereka yang lagi patah hati. Maaf, mungkin Anda akan berhadapan dengan risiko gagal move on. @aswan #review

Monday, May 2, 2016

Tentang Cinta Rangga


KALAU boleh (sok) memberi komentar, film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC2) terasa 'lemah' tanpa theme song yang mudah diingat seperti AADC1. Untuk penonton pelupa (seperti saya), flashback akan sangat membantu jika sutradara dan editor menghadirkan kembali konteks setiap percakapan yang merujuk ke masa lalu. Agar tetap terhubung dengan cerita awal di AADC1. Tentu juga berguna bagi mereka yang baru menonton film ini. Tapi asrinya Jogja, 'sunyinya' Jakarta, dan dinginya New York, menyediakan atmosfir rasa yang pas untuk setiap setting kisahnya. Termasuk puisi-puisi yang bertebaran di dalamnya (karya M. Aan Mansyur). Alur cerita yang tidak mudah ditebak, juga jadi kekuatan film.

Cinta masa remaja seperti mitos yang ingin dihidupkan dalam film ini. Magnet film ada pada karakter Rangga dan Cinta. Nicolas Saputra dan Dian Sastro tidak kehilangan chemistry. Dengan gaya bertutur, intonasi hingga bahasa tubuh mereka yang sangat natural. Layaknya dua kekasih. Padahal lebih dari satu dekade barulah mereka dipasangkan lagi setelah AADC1. Tiap kali wajah mereka disorot close up, saya membatin: "Tampan yaa tampan saja. Cantik yaa cantik saja. Meski ratusan purnama berlalu, ketampanan dan kecantikan lebih merupakan nasib baik yang sulit ditolak". Mungkin ini yang buat (saya) iri. @aswan


Sunday, May 1, 2016

SpongeBob dan Buruh



NASIB buruh pernah diangkat dalam salah satu episode SpongeBob. Meski tampak untuk anak-anak, film kartun yang (masih) tayang setiap pagi di Global TV ini sebenarnya lebih cocok untuk orang dewasa. Episode itu mengisahkan Squidward dan SpongeBob yang melancarkan pemogokan. Mereka berdua adalah karyawan di restoran cepat saji “Krusty Krab”. Tuntutan mereka sangat normatif: ingin diperlakukan secara adil oleh Tuan Krabs, si pemilik restoran yang begitu pelit. Saat kedua karyawannya memulai pemogokan, Tuan Krabs tampak tidak merasa terganggu. Sikap si Bos ini berubah setelah menyadari bahwa ia tidak dapat menghasilkan uang tanpa bantuan kedua karyawannya tadi. Krabs lalu berubah pikiran. Dia mendatangi rumah Squidward (sebagai inisiator pemogokan). Ketika negosiasi keduanya berjalan dan mencapai kata sepakat, tanpa sepengetahuan Squidward, SpongeBob merusak restoran “Krusty Krab”.

SpongeBob begitu bersemangat melakukan aksi karena orasi Squidward sebelumnya. Dia tidak tahu kalau ternyata, di belakangan, Squidward melakukan perundingan rahasia dengan Tuan Krabs. Di depan “Krusty Krab” yang porak-poranda, SpongeBob terlihat puas. Squidward bingung. Tuan Krabs naik pitam. Secara tersirat kartun SpongeBob ingin menyampaikan pesan bahwa saat pekerja kompak, pemilik modal akan tunduk dan mau bernegosiasi. Namun ironisnya, saat pekerja mulai terpolarisasi pada kepentingan dan motif yang berbeda, ketika itu posisi mereka melemah. “Suara buruh akan diabaikan selama masih ada orang yang dapat memperoleh keuntungan secara instan!" Begitu kata Squidward. @aswan


Friday, April 29, 2016

Sains itu Fiksi?


ADA saat saya merasa batas antara sains dan fiksi itu begitu tipis. Selalu ada terselip fantasi di setiap penjelasan ilmiah. Misal, ilmuwan mana yang pernah bertemu dinosaurus dan ragam jenisnya? Bagaimana mereka bisa buat penggambaran sedetail itu? Bayangkan jika mereka tidak pernah bertemu kuda dan zebra. Dengan berbekal kerangka keduanya yang serupa, yang ditemukan saat ekskavasi, akankah para ilmuwan tersebut menggambarkan hewan tersebut dengan cara yang berbeda? Sekarang pun saya baru tahu kalau kata "cyberspace" (yang kemudian menjadi konsep ilmiah itu) diambil dari fiksi yg dipetik dari novel Neuromancer karya William Gibson (1984) ini. Hampir satu dekade sebelum dunia mengenal internet. Mungkin sains adalah imajinasi yang masuk akal. @aswan

Saturday, April 23, 2016

Kasih Tak Sampai

aswan zanynu (c) 2016

BELUM semua kisah dalam buku ini sempat saya baca. Maklum (sok) sibuk. Tapi tidak bisa saya pungkiri, Linda adalah jurnalis perempuan yang tulisannya paling saya nikmati. Cara bertutur dgn gaya naratifnya sangat pas dengan otak saya (yang pas-pasan). Meski bercita rasa cerpen, saya rasa tulisannya ini diangkat dari reportase yang dia lakukan. "Kenangan Punne" adalah kisah yg jadi favorit saya dlm buku ini. Hampir semua elemen naratif dipenuhinya: Cerita ttg sepasang aktivis mahasiswa yang harus berpisah karena gejolak politik di Thailand thn 1973. Kenapa ya, cerita bertema kasih tak sampai spt tak ada habisnya? Mulai dari Cleopatra VII, Roro Jongrang, Romeo dan Juliet, sampai AADC. Hehehe... @aswan


Thursday, April 14, 2016

Teman Cerita (Kutukan)

SORE di Stasiun Pondok Cina. "Hai Bang, masih kenal saya?"
     Aku tersenyum dan berdiri dari tempat duduk, "Arif kan?" Kami bersalaman. "Ayo duduk sini, sambil nunggu ada kereta yang lengang," kataku sampil menunjukkan sisi bangku yang kosong di peron.
     "Iya Bang. Saya Arif yang bulan lalu itu ketemu Mas di sini. Wah kita jodoh rupanya," dia senyumnya begitu lebar. Nyaris seperti kepingin tertawa senang.
     "Stop. Kok jodoh?! Saya sukanya sama perempuan yaa Rif. Bukan laki."
     "Hehehe... Bang Aswan ini. Maksudnya kita masih dipertemukan. Gitu lho."
     "Nah kalo gitu, oke. Hehehe..." Aku penasaran dengan kehidupannya sebulan setelah putus. Eh tepatnya diputuskan oleh pacaranya. Bulan lalu terlihat sekali dia seperti orang yang sedang niat bunuh diri. "Kamu sudah punya pacar baru?"

Monday, March 21, 2016

Teman Cerita (Harapan)

SORE di Stasiun Pondok Cina. Dia tersenyum lalu duduk di dekatku. "Lagi nunggu kereta ya, Bang?"
     "Iya," jawabku sambi sedikit tersenyum. Ya iyalah nunggu kereta. Kan ini stasiun kereta. Kalo di bandara ya nunggu pesawat. Aneh juga orang ini. Kenal juga tidak.
     "Saya Arif, Bang," katanya sambil menyodorkan tangan. Aku menyambutnya untuk bersalaman, "Saya Aswan."
     "Saya lagi sedih nih, Bang. Pacar saya tiba-tiba pergi tepat seminggu lalu. Di sini. Iya di stasiun Pondok Cina ini kami berpisah."
     Lho, ini siapa? Kok ente jadi curhat?!

Sunday, February 14, 2016

14 Februari Itu


Pada tahun:
  • 1895 - Filsuf dan Sosiolog Jerman, Max Horkheimer lahir di  Stuttgart (wafat 1973). Dia bnyk mengembangkan pemikiran Karl Marx.
  • 1925 - Robert Wolter Monginsidi lahir di Malalayang, Manado (wafat 1949)
  • 1945 - Pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) melawan Jepang di Blitar dipimpin Supriyadi.
  • 1945 - Angkatan Udara Inggris dan AS mulai membom Dresden, Jerman dlm Perang Dunia II.
  • 1949 - Parlemen Israel (Knesset) mengadakan sidang pertama.
  • 1950 - Film dongeng Cinderella dirilis pertama kali oleh Walt Disney.
  • 1989 - 24 satelit pertama dari Global Positioning System (GPS) ditempatkan ke orbit.
  • 2005 - YouTube launching.

Sunday, January 17, 2016

Pahlawan Sejuta Rasa

(c) aswan zanynu

MEREKA yang suka komik atau film, sudah akrab dengan karya dua raksasa pembuat superhero ini: DC dan Marvel. DC Comics adalah penerbit komik Amerika Serika (AS) sejak 1934. Sedikit lebih tua daripada Marvel. Awalnya Marvel yang bernama Timely Publications terbit 1939. Berganti nama menjadi Atlas Comics tahun 1951. Barulah pada 1961 resmi berubah nama menjadi Marvel dan berkantor di New York.

Beda pabrikan, beda superhero yang diproduksi. DC Comics menciptakan tokoh Superman dan Batman. Belakangan ada lahir Wonder Woman, The Flash, juga Green Lantern. Dari mesin Marvel keluar tokoh seperti Spiderman, Hulk, X-Men, Captain America, hingga Ant-Man. Karena sama-sama jagoan, sekilas sulit dibedakan superhero apa, pabrikan mana. Jika sedikit lebih detail, ada beberapa perbedaan mencolok.

Superhero DC Comics dibuat sesempurna mungkin. Nyaris tanpa cacat. Berbeda dengan Marvel yang mencoba tampilkan pahlawan dengan sisi manusiawinya. Jika menyimak kisah mereka, di akhir film biasanya Marvel menyisakan clue tentang seperti apa kisah selanjutnya. Sementara DC lebih membiarkan kita menebak bagaimana cerita film berikutnya. Penonton dibuat penasaran. Superhero mereka dibiarkan penuh misteri.

Jika saat kecil dulu kita suka tokoh superhero bisa jadi karena kerinduan ingin cepat dewasa dan bisa memiliki kekuatan yang tidak dimilik orang lain. Tetapi bagaimana dengan orang dewasa? Menonton film atau membaca komik superhero seperti memasuki dunia lain. Tanpa sadar orang diajak untuk mempersonifikasikan diri atau akrab dengan tokoh yang kita impikan, yang 'sebaiknya' hadir di dunia nyata. Mungkin begitu?! @aswan @aswanpov

Wednesday, January 13, 2016

1975: Tahun Teror

JUDUL ini tanpa sengaja saya temukan di rubrik Tempo Doeloe majalah Tempo. Penasaran, saya pun melakukan penelusuran. Singkatnya, di tahun 1975 ada bom yang meledak di Washington D.C., Paris, London (dua kali dalam tahun itu), dan New York. Peristiwa itu berentetan dari Januari sampai Desember. Aksi teror berupa pendudukan gedung dan penyanderaan juga terjadi di Jerman dan Malaysia. Raja Faisal dari Arab Saudi dibunuh oleh keponakannya pada bulan Maret. Sementara Presiden Banglades Sheikh Mujibur Rahman juga terbunuh dalam kudeta Agustus.

Anehnya, mengapa tahun itu diberi label dengan sesuatu yang negatif? Bukannya banyak hal yang baik-baik yang juga terjadi di tahun tersebut? Tanpa sadar kita menjadi corong buat para teroris. Menjadi megafon untuk membangun dan menghidupkan ketakutan kita itu. Apa karena horor lebih mudah dikenang dan lebih sulit lepas dalam ingatan? Bisa jadi. Mungkin karena romantisme sudah terlalu mainstream untuk jadi penanda zaman. @aswan


Monday, January 11, 2016

Partner in Crime?



SELAIN The Godfather: Part II  (1974), saya terakhir lihat permainan Robert De Niro di film Scent of a Woman (1992). Dan seperti film-film dia lainnya, di The Score (2001) aktor berkarakter ini bermain dengan begitu meyakinkan. Mungkin karena peran antagonisnya? Tidak juga. Di Scent of a Woman kan dia berperan sebagai tokoh tuna netra yang nyleneh?! Saya makin percaya kalau ada aktor yang memang terlahir, bukan diciptakan.

Film The Score bercerita tentang aksi pencurian berencana. Tetapi berbeda dengan film bertema sama yang diproduksi semasa atau setelah 2001. Sebut saja seperti Swordfish, trilogi Ocean’s, The Italian Job, atau Fast & Furious. Film-film yang baru saya sebutkan tadi menekankan penting kejahatan yang terorganisir dan kerja sama tim. Solidaritas, setia kawan dan nilai-nilai mulia lainnya. Di film ini, kejahatan ditampilkan lebih masuk akal. There aren't partners in crime! @aswan


Friday, January 8, 2016

Teori Konspirasi Auditif

AWAL bulan Januari ini, saya menyempatkan diri ke Makassar. Anak dari kakak sepupu yang akan nikah. Sungguh tidak ada hubungannya dengan teori konspirasi sebenarnya. Tetapi entah mengapa, secara auditif, saya percaya teori konspirasi itu ada. Semacam ada kekuatan di luar kendali yang mengatur audio yang terdengar sepanjang kunjugan saya ke Makassar. Ibarat film, adegan demi adegan yang saya perankan selalu berlatar lagu atau musik yang senada dengan apa yang ada dalam kepala saya. Seperti playlist yang secara otomatis dapat membaca dan menyediakan audio yang pas suasana hati.

Awalnya saya berpikir itu kebetulan saja. Ketika tiba di Bandara Sultan Hasanuddin bertemu dengan teman yang hendak ke Kualalumpur untuk urusan studi doktoral. Alunan musik tradisional Bugis Makassar terdengar merdu di sana. Instrumen yang sama juga saya dengarkan di rumah para mempelain. Tapi saya pikir itu wajah karena by design. Sesuatu yang dengan sengaja diperuntukkan bagi para pengunjung agar merasakan atmosfir budaya Sulawesi Selatan. Ini menjadi berbeda saat saya sudah berada di mobil dan di pusat perbelanjaan.

Di mobil, stasiun radio FM yang saya pilih memutar lagu yang selalu pas dengan suasana hati saya saat menapak tilas beberapa sudut kota Makassar. Kota ini yang menjadi tempat pembentukan kemandirian dan kematangan keahlian dan intelektual saya selama lebih sepuluh tahun. "Mungkin karena kamu memilih stasiun radio yang memutar lagu di era 90an?!" kata suara yang menolak teori konspirasi yang saya sebut tadi. Tapi bagimana dengan pusat perbelanjaan. Mereka tahu dari mana saya sedang memikirkan atau berada dalam suasana hati tertentu? Semesta tampaknya memiliki caranya sendiri untuk tetap mengingatkan bahwa meski sendiri, saya adalah bagian dari jagat. Kita adalah bagian dari satu rencana besar, grand design yang digagas dan dijalankan sang Waktu. @aswan


Friday, January 1, 2016

Jeda Jadi Tua

PERGANTIAN tahun 2015-2016 kami sekeluarga menikmatinya di Baubau. Kota di mana saya lahir. Kota dengan pantai yang indah. Gunung dengan lembah yang landai. Sungai dengan air yang bening. Seperti paket komplit. Dan andai reinkarnasi itu ada, saya kepingin dilahirkan di kota ini lagi. Repetitif. Hidup yang akan membosankan untuk dijalani kembali, pastinya?! Hmmm...tidak juga sih, karena ada beberapa hal dari hidup saya yang butuh modifikasi. Salah satunya: Masih kepingin untuk jadi anak yang lebih baik.

Oh ya, yang asyik dari kota ini adalah saya dapat memilih untuk sejenak berhenti menjadi orang (yang) tua. Mendengarkan beberapa cerita dari ayah di ruang tengah yang dituturkan seperti dongeng. Menyimak sambil menyeruput teh panas. Atau mengantar dan berjalan bersisian dengan ibu di pasar tradisional. Benar kata Patrick: Apa enaknya jadi orang dewasa? Pantas SpongeBob sering bilang: Kau jenius Patrick! @aswan