KETIKA nama Athena Kuno (Yunani) disebut, siapa yang terlintas di benak kita? Socrates, Plato, Aristoteles? Bagaimana dengan nama-nama ini: Phidias, Thucydides, Hippodamus, Diogenes, atau Aspasia? Itu nama-nama asing (setidaknya bagi saya). Saya sendiri baru saja menganal lima nama terakhir itu dari The Geography of Genius karya Eric Weiner (2008). Bagaimana keadaan kota yang 'menghasilkan' orang-orang jenius tadi? Itu hal yang sejak lama membuat saya penasaran.
Athena Kuno sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari kota Piraeus, sebuah kota pelabuhan. Athena Kuno adalah kota global pertama di dunia. Warganya ahli membuat kapal, berlayar hingga ke Mesir dan Mesopotamia (tempat peradaban Akkad, Sumeria, Babilonia, dan Assiria). Kemudian membawa pulang barang dan gagasan dari sana. Plato sendiri mengakui kalau bangsa Yunani menyempurnakan apa yang 'dipinjam' dari bangsa asing. Mereka ahli dalam mengamati, meniru, lalu memodifikasi.
Bangsa Yunani mengadopsi alfabet dari bangsa Funisia. Matematika dari bangsa Babilonia. Literatur dari bangsa Sumeria. Tembikar dari bangsa Korinthia. Obat-obatan dan seni pahat dari Mesir. Kita ambil contoh: patung. Patung model 'satu sisi' yang dibuat oleh bangsa Mesir, mereka sempurnakan menjadi tampak menyerupai aslinya. Mungkin sama lamanya waktu yang mereka habiskan untuk memahat sisi depan dan sisi belakang setiap patung. Keterbukaan pada ide-ide baru, pada gagasan-gagasan asing adalah salah satu kunci kejeniusan mereka.
Sebelumnya saya berpikir Athena itu adalah kota seindah Konstantinopel. Ternyata salah. Di tahun 450 SM, Athena adalah tempat yang kumuh. Jalanannya sempit dan kotor. Rumah penduduk dibangun dari kayu dan tanah liat yang dikeringkan. Penduduknya tidak berperilaku layaknya sebuah kota 'beradab'. Mereka buang air di depan halaman rumah mereka sendiri atau jalanan. Tata kotanya juga semrawut (dan itu adalah hal yang disengaja). Jalur jalan yang tidak teratur menurut mereka akan menyulitkan musuh jika masuk menyerang kota. Lalu bagaimana bisa muncul benih kejeniusan di kota seperti itu?
Rupanya ketidakteraturan melekat pada mitologi penciptaan yang dipercayai orang Yunani. Penjelasan praktisnya: Kekacauan adalah bahan baku kreativitas. Tempat yang nyaman serupa surga tidak membutuhkan solusi kreatif. Buat apa? Toh semuanya ada. Dengan kata lain, warga Athena matang karena mereka ditantang dari semua lini. Kota kecil dengan tanah keringnya yang tandus dan dikelilingi negara tetangga yang tidak ramah. Sepertnya mereka cocok untuk menjelaskan ungkapan filsuf Jerman, Nietzsche. "Apa yang tidak membunuhmu, akan membuatmu lebih kuat".
Warga Athena suka berjalan, berkumpul, lalu makan dan minum. Tempat mereka berkumpul disebut "Agora". Semacam pasar serba ada di ruang terbuka. Uniknya, ada yang disebut "Agora Kerkopes". Di sini tempat barang-barang curian diperjualbelikan. Agora adalah ruang publik. Tempat orang bertemu dan membahas apa saja. Mendengarkan gosip murahan, menikmati syair, bertukar teka-teki intelektual, berdebat, hingga membahas isu-isu politik. Mereka yang tidak berpartisipasi dalam masalah publik disebut: idiotes. Mungkin dari kata ini orang Inggris kemudian menemukan kata "idiot". Jika hidup di masa mereka, sepertinya saya akan tergabung dalam komunitas idiotes.
Peta Athena Kuno dan kota pelabuhannya. |
Socrates (469 SM - 399 SM) suka mendatangi Agora berjalan kaki. Bukan Socrates saja sih, orang Athena gemar berjalan kaki. Bisa jadi ini rahasia kejeniusan mereka. Riset di Universitas Standford menunjukkan bahwa ada hubungan antara berjalan kaki dan munculnya ide-ide kreatif (baca: pemikiran divergen). Tanpa sadar sejak lama saya juga sebenarnya sudah melakukan hal yang serupa. Berjalan kaki dari Stasiun Cikini ke Universitas Indonesia (UI) kampus Salemba. Atau berjalan dari Stasiun Pondok Cina ke Perpustakaan UI Depok. Dan kegiatan jalan kaki ini memberi hasil yang luar biasa: Capek! Tidak satupun ide jenius yang bisa keluar. Setidaknya sampai tulisan ini saya buat, disertasi saya belum kunjung kelar juga. Jleb!
Saat berkumpul di Agora, selain berbelanja, orang Athena Kuno juga makan dan minum bersama-sama. Makan sendirian dianggap perbuatan barbar (yang tidak beradab). Makanan mereka sederhana: sebongkah roti, dua siung bawang, dan segenggam zaitun. Kegiatan makan dan minum bersama itu disebut: Simposium. Bandingkan dengan makna kata "simposium" itu saat ini. Dalam bahasa Inggris, symposium berarti pertemuan yang membahas satu subyek tertentu. Masa kini, tak ada simposium tanpa karya ilmiah. Di era Socrates masih hidup, tak lengkap suatu simposium jika tak ada anggur dalam jumlah yang banyak. Anda bisa bayangkan bagaimana akhir dari setiap simposium.
Sebenarnya tidak ada hubugan langsung antara mabuk dan kejeniusan. Studi menunjukkan, dengan takaran tertentu alkohol dipercaya dapat menyingkirkan sekat-sekat berpikir kreatif pada orang-orang tertentu. Minum anggur (yang banyak) oleh warga Athena Kuno dianggap sebagai tips untuk berpikir jenius. Apapun metodenya, orang jenius lazimnya dapat membebaskan diri dari rintangan berpikir yang biasa dialami orang awam.
Keasyikan cerita, saya sampai lupa mengulas sedikit tentang orang-orang di awal tadi. Phidias: seorang pelukis terbaik Athena yang dibuang karena menyisipkan lukisan dirinya di dekat patung Dewa Athena. Thucydides: sejarawan dan jurnalis pertama dunia yang sudah mencatat tentang wabah penyakit yang melanda Athena pada 430 SM. Hippodamus: ahli tata kota yang senang menggunakan perhiasan mahal tetapi memakai pakaian murah yang selalu sama, baik di musim dingin maupun panas. Diogenes: lawan debat Plato yang tinggal dalam tong anggur. Sementara Aspasia: seorang feminis sekaligus penulis beberapa pidato politik buat suaminya, Pericles (sang penguasa Athena).
Oh ya, tidak ada paten atau klaim atas penemuan mereka yang jenius di Athena. Setiap ide juga kerja cerdas muncul begitu saja. Warga kota menganggap alat atau teknologi adalah hasil kerja kasta budak. Saya bisa maklum mengapa Plato (427 SM -347 SM) tidak dikenal sebagai pemukan jam dan alarm. Dia kan sangat aristokrat. Idenya itu muncul untuk membatasi rapat-rapat politik. Dia menciptakan jam yang memanfaatkan tekanan air yang akan membunyikan alarm sebelum orasi para politisi berubah menjadi begitu panjang dan bertele-tele. Saya bersyukur karena sekarang hidup di masa yang lebih praktis. Tidak perlu menunggu alarm berbunyi. Jika retorika politik sudah berubah menjadi jam pasir yang berputar-putar: cukup menekan remote control atau sekali klik mouse. Hehehe... @aswan
Sangat edukatif
ReplyDeleteTpi pak? Saya tidak begitu paham dng ungkapan filsuf Jerman, Nietzsche. "Apa yang tidak membunuhmu, akan membuatmu lebih kuat".
Jika merantau tidak membunuhmu (krn jauh dr orang tua), dia akan membuatmu lebih kuat. Jika berpuasa tidak membunuhmu (krn lapar), dia akan membuatmu lebih kuat. Jika cinta tidak membunuhmu (krn patah hati), dia akan membuatmu lebih kuat. Jelas?
ReplyDelete