Friday, July 22, 2016

CIA Indonesia Turki


SEANDAINYA ditulis tahun 2018 atau 2020, bisa jadi kudeta yang gagal di Turki pada Juli 2016 menjadi bagian ulasan dari buku ini. Dari judulnya, sudah terbaca kalau Weiner memaparkan gaya amatiran operasi CIA di berbagai negara (termasuk Indonesia). Ia memetakan kegagalan CIA dalam kurun waktu lebih dari 60 tahun dari masa president Truman (1945) sampai Bill Clinton (2007). Meski berisi 'berita buruk', buku ini berhasil raih penghargaan Pulitzer.

Khusus tentang Indonesia, terungkap bahwa CIA sebenarnya sejak 1958 berencana menggulingkan Soekarno. Mulai dari cara yang paling halus seperti membuat film porno yang pemerannya dipilih mirip Bung Karno (ada sumber yang menyebut dengan menggunakan topeng mirip wajah Soekarno), hingga yang paling vulgar seperti memasok senjata untuk pasukan PRRI/Permesta. Tidak terkecuali juga mengirim sejumlah agen-agen lapangan. Satu di antaranya yang bernasib sial yaitu Allen Pope: pesawatnya berhasil ditembak jatuh oleh TNI. Ditawan, lalu jadi modal negosiasi diplomatik Indonesia dan AS.

Wednesday, July 20, 2016

Untuk Hari Jadi

ADA tiga hal yang membuat saya suka puisi ini. Pertama, analogi kayu yang jadi pedati adalah gambaran manusia yang awalnya disusun oleh hal yang sederhana seumpama kayu untuk kemudian jadi sesuatu yang bermakna seperti pedati. Lalu pada akhirnya setiap manusia akan rindu kembali ke asalnya seperti pedati yang menjadi kayu. Kedua, puisi ini ditulis panjang menyerupai kalimat tapi tanpa tanda baca titik atau koma. Ketiga, saya tidak menyangka kalau setelah tujuh tahun kemudian, sang penyair Alois A Nugroro adalah guru besar yang jadi dosen saya di program doktoral Univ Indonesia. @aswanpov

Monday, July 18, 2016

Pertama Pulang Sekolah


"BERAPA lama kita sampai ke luar angkasa?" Itu pertanyaan yang diajukan si bungsu, Rifqah (11 thn). Entah dia serius atau tidak bertanyanya. "Yaa tergantung kamu mau ke mana? Bulan? Planet Mars? Atau ke mana?" Belum lagi selesai saya menjelaskan, dia langsung meneruskan, "Untuk apa yaa saya ke luar angkasa? Di sana saya mau buat apa?!"

Friday, July 15, 2016

Reuni atau Apalah


TANPA sengaja saya menemukan meme ini di instagram. Satu atau dua hari setelah bertemu dengan teman-teman masa kuliah (S1) dulu. Pertemuan kami rasanya seru. Meme ini yang kembali mengusik kesadaran saya tentang betapa pentingnya setiap pertemuan. Khususnya dengan orang-orang baik yang pernah membuat hidup menjadi pantas dan bermakna untuk dilalui. Karena jika orang yang kita temui adalah orang yang buruk, saya selalu berdoa agar itu jadi pertemuan yang terakhir. Doa semua orang pun rasanya seperti itu, bukan?!

Friday, July 8, 2016

Menjadi Makhluk Visual

aswan zanynu (c) 2016
MEDIA sosial seperti penyihir yang mantranya mengubah kita menjadi makhluk lain. Mungkin benar kata Innis dan McLuhan: Manusia terus menerus mengubah teknologi dan (ajaibnya) teknologi tersebut kemudian mengubah manusia. Sebelum ditemukan teknologi foto digital, mengabadikan satu momen atau wajah seseorang itu suatu 'kemewahan'. Sampai era 90an, setahun punya satu foto saja itu rasanya sudah luar biasa. Tidak cukup makan waktu dua dekade, manusia kemudian dimudahkan untuk memotret dengan kamera digital. Bukan itu saja, kini teknologi hybrid memadukan kamera dan smartphone. Piranti yang praktis untuk membuat, membagi dan menyebarluaskan foto-foto.

Selepas berpuasa, saya masih meragukan apakah saya dapat menjadi muslim yang bertakwa. Tetapi perlahan saya bertambah optimis akan menjadi makhluk visual. Tidak afdal rasanya kalau tidak ber-swafoto (selfie) atau berfoto ramai-ramai. Girang sih. Tapi dalam derajat tertentu ada saat di mana saya merasa kita begitu kecanduan kamera. Alat yang besarnya segenggaman tangan itu mengikis sakralnya beribadah. (Pernah lihat foto orang yang selfie di sekitar Ka'bah, kan?) Gadget jadi lebih penting dari percakapan yang justru dapat mengakrabkan. Padahal momen Hari Raya itu enaknya saat dinikmati. Sama seperti makanan yang tersaji, yaa.. nikmatnya kalau dicicipi.

Saya bersyukur selama dua hari lebaran disibukkan oleh percakapan dan makan (tanpa smartphone). Memang sayang sih karena tidak sempat memotret banyak momen. Tapi sungguh, itu bukan hal yang saya sesali. @aswan

Note:
Sebenaranya ini alasan saya saja. Dengan wajah yang tak sedap dipandang, apa untungnya memperbanyak foto? Hehehe…

Tuesday, July 5, 2016

Prahara Tanah Suci


JIKA kita melihat ke belakang, di era modern, aksi teror bukan baru terjadi di Arab Saudi, seperti tiga ledakan di kota Qatif, Madinah, dan Jeddah pada 4 Juli 2016 kemarin. Siapapun pelakunya, mereka seolah memang seolah memilih momen H-2 Lebaran Idul Fitri. Tetapi mungkin banyak yang lupa atau tidak tahu kalau 20 November 1979 sekelompok teroris bahkan sempat masuk ke Masjid al-Haram. Katanya sebagai bentuk protes atas pemerintah Arab Saudi yang korup. Anehnya, kenapa 'protesnya' di Mekkah, bukan di ibukota Riyadh? Aksi yang dipimpin Juhaiman al-Utaibi ini kemudian disebut sebagai akar terorisme global yang mengatasnamakan Islam. Lengkapnya lebih enak kalau membaca tulis koresponden luar negeri The Wall Street Journal, Yaroslav Trofimov ini. Dalam versi Indonesia sudah diterbitkan oleh Pustaka Alvabet (2007). @aswan