Sunday, July 26, 2015

Cinta 500 Hari


STEREOTIP perempuan sebagai makhuk emosional dalam sebuah hubungan ingin dibantah film ini. Marc Webb, sutradara 500 Days of Summer (2009) menunjukkan hal yang sebaliknya. Seorang lelaki dapat saja menjadi begitu melankolis setelah sebelumnya dibuat melambung bahagia. Penggunaan narator dan panduan angka hari ke-... (yang bergerak maju dan mundur) membuat cara bertuturnya terasa berbeda dengan film drama lainnya. Visual yang terkadang menggunakan sketsa dan tampilan dua atau lebih frame adegan sekaligus, memperjelas beberapa kontradiksi yang dirasakan Tom, si tokoh utama yang diperankan Joseph Gordon-Levitt. Esensi utama film ini ada pada tokoh Summer (Zooey Deschanel). Dia ingin menunjukkan bahwa beberapa hal dalam hidup terjadi begitu saja, termasuk apa yang oleh orang lain dirasakan sebagai cinta. "There's no such thing as love, it's fantasy," katanya. @aswan

Sunday, July 5, 2015

Es Jeruk Hangat

KAMI lama saling mendiskusikan kata atau frase yang pas untuk nama blog si Sulung. Bukan inisiatifnya sih untuk membuat blog. Sebagai ayah, saya menggunakan hak untuk mempengaruhi dia. Entah dia kemudian mau membuat blog karena kesadarannya atau karena buah dari tekanan yang saya berikan. Tapi saya menyukai dinamika yang terjadi dalam pemilihan nama. Semua nama yang kesannya serius berwibawa, kebarat-baratan, hingga yang aneh dan paling hancur, sudah saya ajukan.  
       "Bagaimana kalau nama makanan favoritmu," saya memberi opsi dengan nada putus asa, "Nasi goreng, mungkin?"
       "Hmmm.. mainstream. Es Jeruk Hangat!" katanya yakin.
       "Kenapa?"
       "Biar beda saja."
Dan blog itu pun saya buat. Selang beberapa hari kemudian saya baru sadar bahwa nama itu tidak sekedar beda. Ada nuansa kontradiktif di dalamnya. Seperti hidup, tidak ada hitam atau putih saja. Semua warna bercampur aduk meski. Kombinasinya tidak dapat 100 persen kita kendalikan. Tidak jarang begitu abstrak hingga bertolak belakang satu sama lainnya. Es Jeruk Hangat mengajarkan pada saya bahwa di setiap ironi mungkin saja ada kelucuan. @aswan

Thursday, July 2, 2015

Imajinasi itu Asyik

SEORANG teman tiba-tiba mengeluhkan apa yang dia jalani. "Aku hidup dalam imajinasiku. Segalanya ingin aku lihat, ingin aku cocok-cocokkan dengan apa yang aku impikan." Begitu katanya. But let me say. Apa ada orang yang tidak hidup dalam imajinasinya? Kita semua hidup dalam imajinasi kita. Kita belajar, bekerja, melakukan aktivitas sehari-hari untuk mewujudkan imajinasi kita atas hidup yang ingin kita jalani. Manusia adalah makhluk yang digerakkan oleh mimpi-mimpinya. Bedanya, ada yang sadar kalau apa yang ia jalani adalah bagian dari imajinasinya dan mempersoalkannya (seperti teman saya tadi). Ada pula yang sekedar menjalani hidup seperti yang mereka inginkan, yang mereka impikan tanpa mempersoalkannya. Asal jangan jadi yang ketiga, yang menolak menerima hidup jika itu tidak seperti yang mereka imajinasikan. Mereka ada dalam jebakan imajinasi yang mereka ciptakan sendiri.

Menurut teori Imajinasi saya, dua hal yang penting yang harus ada dalam sebuah jaring imajinasi yang aman, yang tak menjebak seperti tadi. Pertama, saya masih dapat membedakan mana cita, mana realita. Jangan mencampuradukkan kedua hal itu. Cita ada di dunia ideal yang saya bentuk sendiri. Realita ada di dunia nyata, di mana saya tidak sendiri. Ada campur tangan pihak lain di situ. Jadi saya harus berdamai dengan itu. Kedua, imajinasi itu penting karena itu yang membuat saya berusaha. Mendorong saya melakukan apa yang saya inginkan dengan senang hati. Bekerja dengan imajinasi seharusnya membuat saya bahagia. Bahagia karena di ujung jalan menanti impian yang saya perjuangkan. Kalau impian itu tak kunjung ada, setidak saya harus bahagia karena sudah melakukan apa yang memang ingin saya lakukan. Imajinasi seharusnya membuat saya bersyukur, akur dengan kenyataan. Asyik. @aswan