Wednesday, January 3, 2018

Islam yang Jenaka



SELEPAS shalat, seorang jamaah langsung berdiri. Dia ditanya, Kenapa kau tak berdoa? "Yang lama saja belum qabul, cammana tambah lagi?!" Tawa hadirin pecah. Katanya berdoa jangan terlalu detail, seperti: "Yaa Allah, ini ada tanah mau kujual, 25 kali 75 meter. Sebelah kiri berbatasan dengan Pak RT. Sebelah kanan berbatasan dengan Pak Kepala BKD. Harga masih net, yaa Allah." Atau jangan terlalu umum, "Yaa Allah, sebenarnya banyak yang kumintakan kepada-Mu. Tapi rasanya tak pula kusebutkan satu per satu karena kuyakin Kau tahu yang kumau."

Di hadapan masyarakat Deli Serdang (Sumatera Utara), Ustadz Abdul Somad menyampaikan penggalan kisah tadi. Hemat saya, di tahun 2017 dia salah satu tokoh yang menarik perhatian publik Islam karena ceramahnya yang 'menyejukkan'. Tapi di sisi lain, dia juga mengkhawatirkan sejumlah pihak lain. Pada 8 Desember 2017 para anggota organisasi masyarakat di Bali, merangsek Hotel Aston Denpasar, di mana Ustad Somad sedang melakukan ceramah. Meski sempat ditolak, akhirnya Abdul Somad bisa tetap berceramah di sana.

Masih di tahun yang sama, Abdul Somad bersama dua asistennya, Dayat dan Nawir tiba di Hong Kong International Airport pada 24 Desember pukul 16.00 waktu setempat. Di tempat yang terpisah dia diperiksa oleh otoritas bandara selama 30 menit. Kemudian dia ditolak masuk negara tersebut dan dipulangkan ke Indonesia dengan alasan yang tidak jelas. Dalam sebuah talkshow pagi di TV One, terungkap bahwa suatu negara tidak punya kewajiban untuk menjelaskan penolakan seperti itu.

Ustadz Abdul Somad mengingatkan publik pada sosok KH Zainuddin MZ, penceramah kondang di era 90-an. Mereka memiliki kesamaan gaya yang jenaka dengan substansi pesannya yang membangkitkan kembali citra Islam Nusantara yang teduh. Dengan latar pendidikan S1 di Universitas Al Azhar, Mesir dan studi di Institut Dar Al Hadis Al Hassania Maroko, keilmuannya tidak diragukan lagi. Hemat saya, sebelum menuntut ilmu ke Timur Tengah, dia sudah mengenal bahkan mungkin mendalami sejumlah ilmu agama di tanah air.

Dia megentahui sejumlah ulama besar seperti Imam Masjidil Haram asal Sumatera Barat, Syeh Akhmad Khatib al-Mingkabawi (wafat 1916). Murid dari Syeh Akhmad Khatib ini antara lain Syeh Hasan Maksum, Syeh Sulaiman ar-Rarrasuli, dan Syeh Hasyim Asy'ari (Pendiri Nahdatul Ulama). Dia juga bisa menyebutkan sejumlah ulama seperti Syeh Muhammad Yunus, Syeh Arsyad Thalib Lubis, dan Syeh Husein as-Sardani (yang berasal dari Deli Serdang). Tidak semua penceramah memperhatikan garis keilmuan ulama, tapi itu dilakukan Ustadz Abdul Somad. Dia menganggap penting sumber ilmu agama seseorang.

Jika KH Zainuddin MZ menggunakan gaya Betawi, Ustadz Abdul Somad tampil dengan retorika Malayu (Riau). Kata-katanya sesekali bak berpantun. Tentu tidak semua orang familiar dengan gaya seperti itu. Namun disitulah letak kebaruannya. Dia menguasai bahasa Arab dan Inggris. Suaranya indah saat melantunkan ayat-ayat Al Qur'an. Gerak tubuhnya spontan dan terkesan polos, seperti gerakan tangan, menggaruk-garuk kepala atau membetulkan posisi peci hitamnya. Dia tidak cukup telegenik, berbeda dengan sejumlah ustadz selebritis yang populer di televisi.

Abdul Somad lebih sering tampil di Youtube. Video ceramahnya viral, bahkan sering disajikan kembali tampilan "dekorasi frame" yang berbeda, meski secara substansi, isinya sama. Media sosial memang tidak dapat dipungkiri meluaskan jelajah rekaman dokumentasi ceramahnya. Dia seolah menjadi anti-tesis dari sejumlah ceramah Islam yang berhaluan keras dan gemar mem-bid'ah-kan apa praktik Islam yang mapan. Abdul Somad tampil dengan memberi penjelasan yang masuk akal. Di kesempatan lain, dia memaparkan beberapa pendapat yang beragam tentang sebua isu yang diperdebatkan. Dia menyerahkan umat Islam untuk memilihnya.

Terlepas dari itu, saya percaya masih percaya pada teori retorika klasik. Ketika ethos, phatos, dan logos melekat pada diri seseorang, pesan-pesannya akan lebih mudah diterima. Ethos adalah karakter pribadi. Phatos, daya pikat. Sementara logos itu argumentasi. Mungkin itu maksud dari salah satu pantun Melayu yang sempat dia sampaikan: "Kalau tuah ada di badan, pasir digenggam menjadi intan." @aswan

1 comment: