*) Pendapat dua ahli dalam tulisan ini dikemukakan dalam konferensi internasional bertajuk “Communication Governance and Research: Post-Truth Era”, di Fisip Universitas Indonesia, Depok (11 Juli 2017). Untuk tidak mencampuradukkan antara pendapat mereka dan diskusi yang saya bangun, pendapat mereka diletakkan dalam paragraf yang terpisah dengan komentar saya.
KAMUS Oxford telah memberikan gelar “the word of 2016” pada frase post-truth karena dipandang cukup mewakili apa yang telah terjadi sepanjang tahun 2016. “Post-truth” adalah kata sifat yang berarti keadaan di mana daya tarik emosional dan keyakinan personal lebih mempengaruhi pembentukan opini publik daripada fakta-fakta obyektif. Berdasarkan keterangan editornya, jumlah penggunaan istilah tersebut di tahun 2016 meningkat 2000 persen bila dibandingkan 2015. Sebagian besar penggunaan istilah post-truth merujuk pada dua momen politik paling berpengaruh di tahun 2016: keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa (Brexit) dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat.