Saturday, October 22, 2016
Melawan dengan Film
FILM yang based on true story itu, fiksi atau non-fiksi? Apa bedanya drama, sinetron, dan film? Kalau mau buat film dokumenter risetnya harus lama ya? Program apa yang digunakan untuk mengedit film? Itu beberapa pertanyaan yang diajukan peserta pelatihan Journalism on Campus IAIN Kendari. Syukur pertanyaan-pertanyaannya bisa saya jawab. Hanya ada satu yang tidak: Lahir tahun berapa? Hehehe… Toh tidak ada relevansinya dengan materi tentang film yang saya dongengkan. Lebih ke buat lucu-lucuan saja, kan?
Minggu, 16 Oktober. Pagi sekitar jam 10 saya sudah di lantai dua ruang perkuliahan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah. Untuk masuk ruang pelatihan, saya sukarela membuka sepatu. Maklum berkarpet hijau. "Seperti masjid, ya?!" kata saya bercanda. Ada tiga sesi borongan. Agak maruk juga sih karena semua sesi, saya yang isi. Mohon maaf kalau akhirnya ada yang pusing, sakit kepala, serta alami gangguan pendengaran dan penglihatan. Tapi gimana lagi?! The show must go on. Aseeek!
Monday, October 17, 2016
Gelang (Dupa) Oranye
Bangkok, Oktober 2016 |
SEBUAH foto dengan bingkai yang besarnya seukuran billboard berdiri di tengah Universitas Kesetsart, Bangkok. Itu kali pertama saya melihat langsung gambar Bhumibol Adulyadej lengkap dengan suasana di sekitarnya. Di depan potret besar, ada sesajian, bunga, dan hio (tangkai dupa). Saya sempat meminta seorang teman untuk mengambil foto saya berlatar gambar tadi. Namun urung. Beberapa orang yang lewat selalu berdoa di depannya. Rasanya tidak santun untuk lucu-lucuan membelakangi potret diri seseorang yang dihormati. Sebagai pendatang, saya tidak punya ikatan emosional dengan raja. Tapi bagaimana orang Thailand mengekspresikan kecintaan mereka?
Sunday, October 2, 2016
Menulis? Buat apa?!
MEREKA ingin menulis tapi sibuk. Itu yang saya tangkap dari perbincangan dengan beberapa mantan mahasiswa. Mereka umumnya pekerja kantoran. Sudah pasti sibuk. Tapi rasanya sepadan dengan gaji yang mereka dapat. Bisa melebihi penghasilan saya yang 10 tahun lebih dulu bekerja daripada mereka. Trus, “Buat apa kalian menulis?’ Itu pertanyaan yang sempat saya ajukan. “Menulis tidak akan membuatmu kaya,” kata saya.
Ternyata bukan itu tujuannya. Mereka ingin berbagi. Dengan menulis, mereka bisa merasa lebih bermakna. Bahkan ada yang bermimpi untuk sekolah lagi. Tidak buruk sih, tapi buat apa? Menghabiskan uang saja. Itu jawaban politisnya. Ada alasan lain yang sebenarnya muncul di kepala saya waktu itu tapi tidak saya sampaikan. “Yaa.. kalau kalian sekolah lagi, saingan saya bertambah dong.” Hehehe....
Subscribe to:
Posts (Atom)