GAGAL saat mengejar sesuatu yang dianggap dapat mendatangkan rezeki? Pernah kan?! Tapi pernah tidak Anda menghitung mana yang lebih sering terjadi: rezeki diperoleh karena dikejar atau rezeki yang datang sendiri? Saya sih lebih sering bertemu dengan rezeki yang datang sendiri. Mungkin Tuhan sudah melihat saya kelalahan mengejar rezeki X, karena itu Ia memberi saya rezeki Y sebagai bonus atau apalah namanya. Mengejar rezeki rasanya seperti memburu ayam kampung yang lepas di hutan tanpa alat bantu. Ini ayam benaran lho ya, bukan 'ayam' (dalam tanda petik). Ini memang subyektif. Untuk membuktikan asumsi ini berpeluang menjadi obyektif, menjadi penting untuk saya tulis. Siapa tahu bukan saya saja yang hidup seperti ini? Atau setidaknya jika ada yang merasa berburu rezeki seperti mengejar ayam kampung di hutan liar, yakinlah bahwa Anda tidak sendiri. Kita senasib. Oke sip?! ;) @aswan
Tuesday, March 31, 2015
Sunday, March 29, 2015
Artefak Revolusi Industri
(c) aswan zanynu |
PERABOTAN ini mengingatkan saya pada masa ketika industri pertama kali dimulai. Memang jauh sebelum saya lahir. Tetapi karung goni dan ember kaleng seperti ini pernah saya temukan saat masih kecil. Nostagia masa itu terpenuhi dari desain interior di tempat makan Mall Pejaten, Jakarta. Gambar ini saya ambil dengan kamera iPhone 4. @aswanpov
Friday, March 20, 2015
Puisi Taufik Ismail
(c) aswan zanynu |
Saturday, March 14, 2015
I am Waiting
(c) aswan zanynu |
Friday, March 13, 2015
Kuliah itu Bodoh
KAMI janjian bertemu di tempat makan yang dekat dengan stasiun kereta di Jakarta. Saya rasa ini spesial karena dia buat janji sejak dua minggu sebelumnya, saat masih di Manila. Sebenarnya sekitar lima bulan sebelumnya kami pernah bertemu di Jakarta, tepatnya di kedai waralaba Jepang. Teman saya ini sebenarnya sedang kuliah doktoral di Kyoto. Saya di Jakarta. Meski sama-sama berlabel “perantau ilmiah”, terasa perbedaan kasta kami. Tapi menurutnya, jika gunakan kacamata beasiswa, kasta kami sama saja. Maksudnya sama melaratnya. Besaran beasiswa hanya pas untuk hidup sendiri (tidak ada tunjuangan keluarga). Pencairan dananya pun TIDAK SETIAP BULAN. Bagaimana bisa hidup sehari-hari dengan modal seperti itu? Kadang saya berpikir, mereka yang kuliah hingga jenjang doktoral seperti kami ini sebenarnya orang 'bodoh yang nekat'. Kok mau jalani hidup yang jauh dari nyaman?! Atau jangan-jangan hanya saya saja yang seperti ini?! Hehehe.. @aswan
Friday, March 6, 2015
Jangan yang Mengerikan
TEPAT di belakangnya, saya berdiri. Kami antri di depan kasir. Perempuan yang mungkin usianya lebih muda dari saya ini ingin membeli sebungkus rokok. Saat memesan merek tertentu pada pelayan toko, dia menambahkan kalimat ini. "Mas, tolong yang gambarnya gak mengerikan yaa?!" Semua kemasan rokok tahun sejak 2014 diwajibkan untuk menampilkan gambar yang menyeramkan dari penyakit yang dapat ditimbulkan dari merokok. Kalimat panjang yang dulunya berisi jenis penyakit yang dapat disebabkan dari merokok, diganti dengan kalimat singkat: "Rokok Membunumu!" Tapi siapa yang peduli? Kemasan ya kemasan. Cukup tutup mata saat mengambil sebatang rokok dari bungkusannya. Pura-pura tidak lihat gambar itu. Pura-pura tidak membaca kalimat itu. Toh pemerintah juga mengizinkan penjualan rokok. Mereka juga sebenarnya pura-pura menakut-nakuti kan?! Mungkin pemerintah serius, tapi tidak serius-serius amat. @aswan
*) tulisan ini dibuat tahun 2015
*) tulisan ini dibuat tahun 2015
Subscribe to:
Posts (Atom)