Thursday, December 25, 2014

Moore dan Sinterklas

YANG melihat televisi atau menonton film, akan kenal dengan tokoh ini. Clement Moore mulai mendeskripsikan tokoh jenaka yang ramah pada anak-anak ini jelang Natal 1822 dalam sajak yang ditulisnya. Moore bukan penyair. Ia guru besar teologi di sebuah sekolah tinggi Kristen di New York. Begitu tulis Goenawan Mohamad (GM) dalam Catatan Pinggir (Caping) bertajuk "Santa" di majalah Tempo 21 Desember 2014. GM menyebutnya sebagai "..makhluk asing yang tak disebutkan Injil. Ia produk Eropa yang dirakit di Amerika". Tokoh rekaan Moore itu awalnya dibacakan dalam lingkungan keluarganya sendiri lalu kemudian menyebar ke dalam hidup orang Amerika, bahkan dunia. Pertama ia diberi nama Santo Nikolas. Lalu berubah menjadi Santa Klaus atau yang juga kita kenal sebagai Sinterklas.

Selain tentang ini, banyak hal baru yang saya temukan dalam Caping GM ini. Misalnya, saat orang Protestan kuasai Inggris, parlemen di sana pada 1647 mengharamkan Natal. Menurut mereka, Natal adalah "festival kepausan" yang tak berdasar pada Alkitab. Di Boston (AS), Natal juga pernah dilarang selama 20 tahun sejak 1659. Kembali ke Sinterklas, mengapa pakaiannya merah dan putih? Konon itu muncul saat penampilannya dalam iklan Coca-Cola tahun 1940-an. Karena dikesankan sebagai penghuni Kutub Utara dan melanglang buana, pemerintah Kanada pada Desember 2008 memberi Santa Klaus status kewarganegaraan. Saya melihat, agama, mitos, politik, dan bisnis sudah jalin-menjalin dalam tokoh Sinterklas. Mungkin saya salah, tapi itulah pendapat saya. @aswan